Ada tiga sifat yang menimbulkan kerusakan terhadap sesama makhluk. Sifat-sifat itu, menurut Rasulullah SAW, pertama syuhhun mutha'un, kedua hawan muttaba'un, dan ketiga i'jabul mar-i bi nafsihi.'' Syuhhun mutha'un berasal dari sifat kikir yang selalu ditaati. Naluri kesetanan itu memang paling mudah bersenyawa dengan watak buruk manusia yang lebih suka menerima daripada memberi, lebih gigih menuntut hak ketimbang membayarnya. Maka berbiaklah sifat durjana: selalu ingin menguasai, merampas segalanya, pantang memberi kesempatan pada orang lain.Tanda-tanda sifat itu bisa disimak dari anak cucunya. Mereka, karena begitu mudah mendapatkan uang, akan mempergunakannya untuk menyebarkan kebinasaan dan kemaksiatan. Di belakang hari, nama besar pun takkan mampu menghapus mereka dari catatan sejarah.
Adapun hawan muttaba'un merupakan sisi lain dari kepribadian ganda manusia. Sebenarnya hawan atau nafsu adalah karunia Ilahi yang sangat mulia bila disalurkan sesuai norma kebaikan. Dengan nafsu, manusia akan menggerakkan akalnya untuk mencipta dan berkarya, menabur jasa bagi kesejahteraan bersama.
Cuma sayangnya, semua keutamaan nafsu itu sering menyimpang dari rel, melindas hak Allah dan hak makhluk, yakni jika dibiarkan bebas tanpa kendali. Nafsu seperti itu akan mengubah manusia menjadi gergasi. Kata Nabi SAW, para pemimpin negara akan menjadi singa, para pemegang hukum akan menjadi anjing, para menteri akan menjadi serigala, dan rakyat akan teraniaya sebagai domba.
Sedangkan i'jabul mar-i binafsihi (bangga diri) bersumber dari keangkuhan dan kesombongan manusia. Seolah sesuatu yang baik takkan terwujud tanpa ''aku.'' Ia hanya kagum akan dirinya, dan berpikir tak ada orang lain yang mampu seperti dia. Hanya ''aku'' yang tidak berdosa, hanya ''aku'' yang jujur, hanya ''aku'' yang mampu, meski sebetulnya ''aku'' lah biang segala kekacauan.
Allahu Akbar. Alangkah dahsyatnya kerusakan yang akan menimpa dunia, jika ketiga sifat itu berkumpul pada satu orang. Sungguh tak terbayangkan. Itu sebabnya Nabi SAW memberi jalan keluar, seperti diingatkan melalui Alquran. ''Wahai nafsu yang damai, kembalilah ke jalan Tuhanmu dengan rela dan disukai.''
Bandingkan sifat sang durjana itu dengan seorang pemimpin sederhana, Sa'ad bin Abi Waqqash. Lantaran setianya kepada Rasulullah SAW, sahabat itu dijamin akan dikabul semua doanya. Pantas kemudian ia menjadi gantungan harapan dari orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Namun anehnya, ketika usianya kian lanjut, Sa'ad justru menderita rabun mata sampai nyaris buta sama sekali. ''Hai Sa'ad,'' orang menegurnya. ''Kenapa engkau tidak berdoa supaya Allah menyembuhkan penyakit matamu dan memulihkan penglihatanmu?'' Dengan tawakal Sa'ad menjawab, ''Kerelaanku menerima takdir Tuhan lebih mulia bagiku daripada melihat dunia dengan mataku.''- ah

Hidup di abad modern dewasa ini tidak mudah. Mengapa? Karena penduduk semakin bertambah sementara alat pemenuhan kebutuhannya semakin terbatas. Ambil saja satu contoh: semakin banyak lahan di pedesaan yang tadinya berfungsi sebagai lahan pertanian untuk menghasilkan beras dan bahan makanan lainnya, kini sudah dijadikan lahan untuk perumahan atau untuk yang lain.
''Hiburlah kita dengan salat, hai Bilal!'' Sabda singkat Nabi Muhammad Saw ini dikatakan ketika sahabat Bilal -- orang pertama dari kalangan budak yang dimerdekakan dan sekaligus masuk Islam -- sedang tampak lesu menghadapi penatnya kehidupan. Tiada air pelepas dahaga, atau kesejukan penyegar vitalitas kehidupan, kecuali setelah ia mendapat teguran dari Nabi tadi.
''Yang menyebabkan timbulnya huru-hara dalam hati sanubari manusia itu adalah dosa-dosa yang dilakukan.'' (Hadis Rasulullah saw). Dalam menjalani kehidupan di zaman yang serba modern sekarang ini, tidak sedikit manusia yang sering merasa gelisah dan resah. Sikap dan perasaan itu boleh jadi diakibatkan oleh banyaknya perbuatan dosa dan durhaka kepada Allah swt. Begitulah Rasulullah saw melalui sabdanya memberi petunjuk. Mengarungi kehidupan modern tanpa diimbangi dengan iman yang kuat, tidak jarang mendorong seseorang dengan mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif. Tanpa bekal iman yang mantap, seseorang dengan mudah terbawa dan tergoda oleh arus kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga akan mengakibatkan hidupnya tidak tenteram dan hatinya selalu gelisah. Dalam kaitan ini, Allah swt telah menjelaskan, ''Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah serta kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia gelisah.'' (QS Al-Ma'arij: 19-20).

Satu Muharam atau Tahun Baru Hijriyah ditandai dengan pindahnya Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Madinah, 1416 tahun silam. Di samping itu, setiap Tahun Baru Hijriyah didahului oleh dua peristiwa penting, yaitu satu Syawal sebagai akhir puasa ('Idul Fitri) dan 10 Zulhijah pelaksanaan ibadah haji ('Idul Adha). Baik 'Idul Fitri maupun 'Idul Adha kalau diamati lebih dalam memiliki makna dan hubungan yang erat dengan satu Muharam.
Sejak kalah dalam Perang Khaibar, Yahudi Madinah bersumpah menuntut balas untuk menumpas Muhammad SAW dan para pengikutnya. Perang tersebut dikomandoi oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. Dalam ekspedisi itu, umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang gemilang.
Untuk menggambarkan dalamnya persaudaraan dalam Islam (ukhuwah Islamiyah), Allah SWT menggunakan kata ikhwah, yang berarti ''saudara kandung'' (Q.S. 49: 10). Ini berbeda dengan ikhwan, yang artinya ''berteman'', sebagaimana digunakan Allah dalam surat Ali 'Imran 103, untuk melukiskan bagaimana suku-suku Arab pada zaman Jahiliyah yang semula bermusuh-musuhan, kemudian bersatu setelah memeluk Islam. Jadi, setelah berada dalam satu agama, setiap muslim adalah teman bagi yang lain. Dan setelah keislaman itu meningkat, setiap muslim seharusnya dapat memandang muslim lain sebagai saudara kandungnya.
''Jika kalian semua berpaling (dari kebenaran yang sudah ditegaskan oleh Allah), maka Allah akan menggantikan kalian dengan kaum yang lain, yang sama sekali berbeda dengan kalian,'' [QS Muhammad (47):38]. Firman Allah di atas memberikan gambaran kepada kita tentang sebuah bangsa yang bila tidak memperhatikan aturan-aturan benar yang diperintahkan oleh Allah, maka bangsa tersebut (bangsa apa pun, Muslim maupun non-Muslim), akan mengalami kehancuran.
Yang membedakan agama Islam dengan agama lainnya, selain ajaran ketuhanannya, juga perhatian terhadap hakikat kecenderungan pemikiran manusia. Islam sangat positive thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran. Sebaliknya, agama non-Islam sangat negative thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran.
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku padamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus tunduk (takut). (QS Al-Baqarah: 40).
Kewajiban kita sebagai manusia ialah berkata, berbuat benar, dan jujur. Selain itu, kita juga diwajibkan berusaha agar lingkungan kita bersih. Untuk menciptakan lingkungan bersih, di antaranya kita wajib saling memperingati (menasihati) ke jalan yang benar, seperti yang diperintahkan Allah SWT dalam Surah al-'Ashr 1-3. Peringatan Allah ini sangat penting agar kita dan semua orang di lingkungan kita (rumah tangga, masyarakat) senantiasa mampu menjaga diri dari perbuatan mungkar dan sebaliknya bergairah untuk berlomba-lomba melakukan kebajikan.
Tengoklah dengan hati yang paling bening, sesungguhnya banyak di antara kita masih miskin cinta. Uluran pengemis yang ditepis, para pemimpin umat saling menyeteru, dan orang-orang kaya harta yang miskin cinta. Dada tempat bersemayamnya mahabbah telah menipis diganti angkara dunia. Gunjingan dan gosip menjadi nyanyian sehari-hari. Mereka tidak sadar betapa Allah telah berfirman bahwa bagi orang-orang yang menggunjing dan memfitnah itu, diibaratkan bagaikan manusia yang memakan bangkai sesama saudaranya sendiri.
Allah SWT telah mempersaudarakan seluruh kaum Muslimin atas dasar akidah Islam. Seorang Muslim yang satu dengan Muslim lainnya bagaikan satu tubuh. Manakala bagian tubuh yang satu sakit, maka bagian tubuh yang lain akan ikut merasakan sakit tersebut.
Rasanya tak berlebihan kalau dikatakan, salah satu kesuksesan kepemimpinan tergantung pada keberhasilan melakukan kaderisasi. Karena itu, kaderisasi lalu menjadi amat penting bagi kelangsungan proses kepemimpinan. Ia memiliki makna mempersiapkan, menawarkan gagasan, dan mengajak orang lain untuk menjadi seperti yang kita inginkan.





SEPI: Meski menjadi masjid terbesar di ibu kota Italia, masjid agung Roma terlihat sepi dan minim jamaah saat waktu sholat






