Nikmat Bersama Allah

Posted by Galih Gumelar Center On September - 1 - 2009

Wahai Allah Dzat Yang Mahamengetahui segala ilmu, Yang Mahamenciptakan Dienul haq, sesungguhnya hanya Engkaulah yang Mahamengetahui Islam yang sebenar-benarnya. Karena itu, tuntunlah kemampuan hamba-Mu ini untuk mengutarakan kebenaran-Mu. Jadikan siapa pun yang ikut menyimak kebenaran-Mu ini, Kau bersihkan hatinya dengan sebersih-bersihnya, sehingga tidak ada satu niat pun, kecuali ingin mencari kebenaran-Mu untuk bekal bisa bertemu dengan-Mu.

Kekayaan

Posted by Galih Gumelar Center On September - 8 - 2009

Suatu hari, Nabi Muhammad saw ditanya oleh seorang sahabat tentang harta kekayaan. Beliau menjelaskan, ''Barangsiapa menumpuk harta melebihi kebutuhannya berarti dia telah mengambil kematiannya sendiri tanpa disadari.'' Hadis Rasulullah di atas mengingatkan agar kita selalu hati-hati terhadap harta yang kita miliki. Islam memang menganjurkan kepada kita untuk memperbanyak harta kekayaan, namun dengan syarat harus digunakan untuk jalan yang benar dan baik. Misalnya untuk kesejahteraan keluarga, untuk membantu saudara-saudara kita yang kekurangan, dan seterusnya.

Puasa Dalam Al-Quran

Posted by Galih Gumelar Center On September - 8 - 2009

Sudah banyak pakar membahas hikmah dan filosofi ibadah puasa. Ada yang mengaitkan puasa dengan teori-teori kedokteran, seperti dilakukan Muhammad Farid Wajdi, salah seorang murid Shekh Muhammad Abduh. Ada pula yang mengaitkannya dengan kepedulian sosial dan rasa kesetiakawanan, serta tidak sedikit pula yang mengaitkan puasa dengan pendidikan kepribadian. Berbagai hikmah yang dikemukan para pakar di atas, tentu saja memiliki alasan-alasan dan logikanya sendiri.

Takut Mati

Posted by Author On Month - Day - Year

Ada seorang laki-laki yang disebut-sebut selalu berada di sisi Nabi Muhammad saw. Orang itu sering dipuji dengan baik. Lalu Rasulullah bertanya, ''Bagaimana teman kalian itu menyebut mati?'' ''Kami hampir tidak pernah mendengar ia mengingat mati,'' jawab mereka. ''(Jika begitu), maka sesungguhnya teman kalian itu bukanlah di situ (di sisi Nabi),'' jawab Rasulullah. Seorang sahabat dari kaum Anshar bertanya. ''Wahai Nabi, siapakah manusia yang paling cerdas dan mulia?''

Batu-batu Kecil di Perut Rasulullah

Posted by Galih Gumelar center On 2009

Suatu saat Rasulullah SAW mengimami salat isya. Tiap kali menggerakkan badannya untuk sujud atau rukuk, terdengar bunyi kletak-kletik seperti tulang-tulangnya berkeretakan. Para makmum cemas, menyangka beliau sedang sakit keras. Maka, seusai salat, Umar bin Khatthab bertanya, ''Apakah engkau sakit wahai kekasih Allah?''

..::..SELAMAT DATANG DI GALIH GUMELAR CENTER..::..DAPATKAN PANDUAN DZIKIR & DOA PENYEMBUHAN SEGALA PENYAKIT ALA UST. GALIH GUMELAR, ST..::..Caranya mudah:kirim email pesanan Panduan Dzikir & Doa Penyembuhan ala Ust. Galih Gumelar,ST. ke galihgumelar@gmail.com plus konfirmasi telah berinfaq untuk majelis dzikir min Rp.100.000,- di transfer ke Rek.BCA. dengan No. Rek :658 017 3053 a/n. Galih Gumelar, dengan menyertakan no.bukti tranfer atau no urut atm...::..Insya Allah Dzikir dan Doa Penyembuhan yang alhamdulillah telah banyak dibuktikan dapat bermanfaat membantu menyembuhkan berbagai penyakit yang diderita dengan izin dan kuasa Allah.SWT..::..Hasil infaq shodaqoh Insya Allah akan dipergunakan untuk pembinaan majelis dzikir dan yatim piatu agar barokahnya dapat menjadi karomah dan penyembuh juga bagi yang telah berinfaq untuk panduan Dzikir & Doa Penyembuhan..::..Welcome To Galih Gumelar Centre

Isyarat Kehancuran

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 12.03 0 komentar
Isyarat KehancuranAda tiga sifat yang menimbulkan kerusakan terhadap sesama makhluk. Sifat-sifat itu, menurut Rasulullah SAW, pertama syuhhun mutha'un, kedua hawan muttaba'un, dan ketiga i'jabul mar-i bi nafsihi.'' Syuhhun mutha'un berasal dari sifat kikir yang selalu ditaati. Naluri kesetanan itu memang paling mudah bersenyawa dengan watak buruk manusia yang lebih suka menerima daripada memberi, lebih gigih menuntut hak ketimbang membayarnya. Maka berbiaklah sifat durjana: selalu ingin menguasai, merampas segalanya, pantang memberi kesempatan pada orang lain.

Tanda-tanda sifat itu bisa disimak dari anak cucunya. Mereka, karena begitu mudah mendapatkan uang, akan mempergunakannya untuk menyebarkan kebinasaan dan kemaksiatan. Di belakang hari, nama besar pun takkan mampu menghapus mereka dari catatan sejarah.

Adapun hawan muttaba'un merupakan sisi lain dari kepribadian ganda manusia. Sebenarnya hawan atau nafsu adalah karunia Ilahi yang sangat mulia bila disalurkan sesuai norma kebaikan. Dengan nafsu, manusia akan menggerakkan akalnya untuk mencipta dan berkarya, menabur jasa bagi kesejahteraan bersama.

Cuma sayangnya, semua keutamaan nafsu itu sering menyimpang dari rel, melindas hak Allah dan hak makhluk, yakni jika dibiarkan bebas tanpa kendali. Nafsu seperti itu akan mengubah manusia menjadi gergasi. Kata Nabi SAW, para pemimpin negara akan menjadi singa, para pemegang hukum akan menjadi anjing, para menteri akan menjadi serigala, dan rakyat akan teraniaya sebagai domba.

Sedangkan i'jabul mar-i binafsihi (bangga diri) bersumber dari keangkuhan dan kesombongan manusia. Seolah sesuatu yang baik takkan terwujud tanpa ''aku.'' Ia hanya kagum akan dirinya, dan berpikir tak ada orang lain yang mampu seperti dia. Hanya ''aku'' yang tidak berdosa, hanya ''aku'' yang jujur, hanya ''aku'' yang mampu, meski sebetulnya ''aku'' lah biang segala kekacauan.

Allahu Akbar. Alangkah dahsyatnya kerusakan yang akan menimpa dunia, jika ketiga sifat itu berkumpul pada satu orang. Sungguh tak terbayangkan. Itu sebabnya Nabi SAW memberi jalan keluar, seperti diingatkan melalui Alquran. ''Wahai nafsu yang damai, kembalilah ke jalan Tuhanmu dengan rela dan disukai.''

Bandingkan sifat sang durjana itu dengan seorang pemimpin sederhana, Sa'ad bin Abi Waqqash. Lantaran setianya kepada Rasulullah SAW, sahabat itu dijamin akan dikabul semua doanya. Pantas kemudian ia menjadi gantungan harapan dari orang-orang yang membutuhkan pertolongan.

Namun anehnya, ketika usianya kian lanjut, Sa'ad justru menderita rabun mata sampai nyaris buta sama sekali. ''Hai Sa'ad,'' orang menegurnya. ''Kenapa engkau tidak berdoa supaya Allah menyembuhkan penyakit matamu dan memulihkan penglihatanmu?'' Dengan tawakal Sa'ad menjawab, ''Kerelaanku menerima takdir Tuhan lebih mulia bagiku daripada melihat dunia dengan mataku.''- ah


| | edit post

Kepayahan Mencari Nafkah

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 12.02 0 komentar
Kepayahan Mencari Nafkah
Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus dengan pahala salat, sedekah, atau haji, melainkan hanya dapat ditebus dengan kepayahan mencari nafkah -- Nabi Muhammad SAW

Jika ada sabda Rasulullah yang unik, hadis riwayat Ath Thabrani yang dikutip di atas dari Kalender Meja Muslim, terbitan Gema Insani Press, itulah di antaranya. Hadis ini menyimak perilaku manusia dengan mendetail dan sangat intens.

Cobalah tebak, apa yang terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari yang sangat (amat) sibuk yang kemudian ''direkam di dalam video kita'' yang harus kita pertanggungjawabkan kelak, di Hari Perhitungan? Meski kita paling kuat di antara makhluk, namun kita paling lemah dan paling bebas. Lemah (dalam iman) dan bebas (dalam menentukan hidup) itu mengalir menuju muara, yaitu ibadah.

Kita selalu merujuk kepada pahala-pahala konvensional yang menjadi andalan dalam ibadah. Tak tahunya ada pahala yang sama sekali tak terduga datangnya. Pahala itu datang justru di dalam penderitaan kita dalam menangguk rizki. Betapa unik, betapa misterius. Suatu rumusan yang begitu pasti. Betapa menyulitkan dan betapa menakutkan. Disebut menakutkan karena kesukaran itu ditujukan kepada orang-seorang, namun keluarga harus pula merasakan kesusahannya.

Ada seorang suami yang telah menetap 30 tahun di Jakarta mengadu kepada seorang kyai yang mumpuni, kenapa taraf hidupnya tak juga beranjak dari lahan yang membuatnya terseok-seok. Kyai itu memberi petuah bahwa ia harus melakukan mawas diri secara terus-menerus sepanjang tahun. Meski rajin bersalat, bersedekah, dan sudah haji -- begitu sambung pak Kyai -- seseorang tidak dengan sendirinya tuntas sudah dalam beribadah.

Penderitaan dalam mencari nafkah itu harus pula dianggap sebagai ibadah. Kita bisa cukup senang dan ikhlas -- tidak frustrasi dan menyebabkan depresi -- walau seberapa pun hasil yang kita peroleh setiap bulannya. Jika kita sudah mencapai tataran itu, insya Allah, kita bisa melihat jalan terang menuju kebahagiaan. Keluarga kita cukup memahami kemampuan kita. Kita dan keluarga kita menjadi mengerti kehendak-kehendak Allah. - ah


| | edit post

Menjaga Akhlak

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 12.01 0 komentar
Menjaga   Akhlak Hidup di abad modern dewasa ini tidak mudah. Mengapa? Karena penduduk semakin bertambah sementara alat pemenuhan kebutuhannya semakin terbatas. Ambil saja satu contoh: semakin banyak lahan di pedesaan yang tadinya berfungsi sebagai lahan pertanian untuk menghasilkan beras dan bahan makanan lainnya, kini sudah dijadikan lahan untuk perumahan atau untuk yang lain.


Corak hidup keras ini, terutama tampak menonjol di perkotaan. Saudara-saudara kita yang belum memiliki pekerjaan, termasuk tamatan perguruan tinggi, semakin banyak berdatangan ke kota untuk mencari pekerjaan. Akibatnya mudah terjadi berbagai benturan kepentingan sehingga menjadi salah satu penyebab utama naiknya kriminalitas di kota.

Untuk dapat bertahan dengan selamat dalam menghadapi hidup keras ini, perlu diperhatikan beberapa hal. Antara lain menjaga kepribadian atau akhlak, sebab manusia yang tengah menghadapi kesulitan hidup mudah sekali tergoda untuk melakukan hal-hal yang tidak terpuji asalkan dapat bertahan hidup. Bahkan sering kita mendengar ungkapan: Jangankan barang halal, barang haram pun sudah sulit diperoleh.

Oleh karena itu untuk dapat kita selamat, terhindar dari godaan-godaan yang dapat membuat kita terperosok kedalam perbuatan-perbuatan tidak terpuji, maka hendaklah kita berhati-hati. Selayaknyalah kita selalu waspada terhadap semua godaan hidup. Kita juga senantiasa berusaha/bekerja keras untuk memperbaiki nasib kita sesuai firman Allah ''Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya.'' (al-Ra'ad: 11).

Namun demikian, senantiasa perlu diperhatikan ketika sewaktu-waktu ada pihak yang mengajak kita untuk mencari tambahan nafkah, jangan terlalu cepat menerima ajakan tersebut. Sebab banyak di antara mereka yang ingin menipu kita. Kalau kita memiliki kedudukan, mungkin kedudukan kita akan dimanfaatkan untuk mendapatkan sesuatu. Atau bila kita memiliki sedikit modal dan kita diajak berkongsi, hendaklah berhati-hati pula karena banyak yang amblas (bangkrut), akibat terperangkap tipuan.

Hal-hal seperti itu, seakan sudah lazim terjadi di kota. Tidak sedikit manusia di perkotaan yang menampakkan diri sebagai pengusaha bonafide, memakai mobil baru (pinjaman atau sewaan), berpakaian perlente (berdasi), namun sesungguhnya mereka bermaksud mengelabui untuk dapat memperoleh keuntungan dari kita.

Untuk mengatasi hal semacam itu, sikap tabah dan sabar dalam menghadapi hidup dan kehidupan terutama di kota sangat diperlukan. Janganlah mudah terpengaruh pada hal-hal yang indah di mata, namun sesungguhnya adalah pancingan untuk memerosokkan kita ke dalam perbuatan maksiat. Perkuatlah iman karena berbagai godaan yang menarik akan selalu datang.

Hanya orang yang kuat imannya sajalah yang dapat selamat. Perbanyaklah ibadah terutama salat karena Allah berfirman: ''Sesungguhnya salat itu adalah mencegah kita berbuat keji dan mungkar.''(al-Ankabut: 45). - ah




| | edit post

Hiburlah Kita dengan Salat

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.59 0 komentar
Hiburlah Kita dengan Salat ''Hiburlah kita dengan salat, hai Bilal!'' Sabda singkat Nabi Muhammad Saw ini dikatakan ketika sahabat Bilal -- orang pertama dari kalangan budak yang dimerdekakan dan sekaligus masuk Islam -- sedang tampak lesu menghadapi penatnya kehidupan. Tiada air pelepas dahaga, atau kesejukan penyegar vitalitas kehidupan, kecuali setelah ia mendapat teguran dari Nabi tadi.


Apalagi, dalam kehidupan era globalisasi yang sarat kesibukan sekarang, banyak orang dilanda stres. Kita dipacu bekerja keras agar bisa bersaing dengan yang lainnya untuk mencapai puncak karir. Tak jarang seseorang harus melakukan hal-hal yang dilarang agama untuk mencapai keinginannya. Itu pun terkadang masih gagal juga.

Dalam kehidupan, kita menghadapi banyak macam tekanan. Misalnya, tekanan untuk maju, meski kemudian gagal sehingga harus menghadapi tekanan lainnya lagi. Kita begitu sibuk mencari jalan menuju sukses. Dan karena kesibukan itu, terkadang kita sampai menyatakan uzur salat. Bahkan, ada dari kita yang menganggap salat mengganggu atau menghambat produktivitas kerja.

Tapi sebaliknya, bila merasa perlu beristirahat, kita mencari hiburan dengan mengeluarkan biaya banyak dan membuang waktu yang berharga. Antara lain menonton film, pergi ke diskotik, atau sekedar pelesir di tepi pantai. Semua bentuk hiburan itu diupayakan sebagai obat penghilang kepenatan.

Mungkinkah kita mendapat keinginan itu? Wallahu 'alam. Namun, sejumlah data penelitian psikologis menunjukkan potensi orang stres semakin meningkat sejalan dengan banyaknya tempat hiburan. Model-model hiburan yang disuguhkan sekarang dinilai hanya mampu menghilangkan rasa stres sejenak. Begitu kita keluar dari tempat hiburan, dan kembali bekerja seperti biasa, stres pun datang kembali.

Dalam konteks inilah ajakan Nabi kepada sahabat Bilal yang tersebut di atas menemukan maknanya. Allah dalam Alquran berfirman, ''Tidak akan tenang seseorang tanpa melakukan zikir pada Allah.'' Para ulama menafsirkan sabda Nabi di atas dengan, Sa'atan wa sa'atan (''sesaat dan sesaat'').

Maksudnya, sebagai seorang muslim, manakala datang segala kepenatan, kegelisahan dan keresahan usai mencari rezeki seharian, kita wajib mencari tempat hiburan. Namun, tempat hiburan yang sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya adalah berzikir kepada Allah, membaca Alquran dan melaksanakan segala yang disunnatkan-Nya. Selamat berakhir pekan. - ah




Mengatasi Keresahan

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.59 0 komentar
 Mengatasi Keresahan''Yang menyebabkan timbulnya huru-hara dalam hati sanubari manusia itu adalah dosa-dosa yang dilakukan.'' (Hadis Rasulullah saw). Dalam menjalani kehidupan di zaman yang serba modern sekarang ini, tidak sedikit manusia yang sering merasa gelisah dan resah. Sikap dan perasaan itu boleh jadi diakibatkan oleh banyaknya perbuatan dosa dan durhaka kepada Allah swt. Begitulah Rasulullah saw melalui sabdanya memberi petunjuk. Mengarungi kehidupan modern tanpa diimbangi dengan iman yang kuat, tidak jarang mendorong seseorang dengan mudah melakukan perbuatan-perbuatan yang negatif. Tanpa bekal iman yang mantap, seseorang dengan mudah terbawa dan tergoda oleh arus kebudayaan yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga akan mengakibatkan hidupnya tidak tenteram dan hatinya selalu gelisah. Dalam kaitan ini, Allah swt telah menjelaskan, ''Sesungguhnya manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah serta kikir. Apabila ditimpa kesusahan, ia gelisah.'' (QS Al-Ma'arij: 19-20).

Bila keresahan hidup ini dibiarkan terus menerus, maka akan mempengaruhi kesehatan jasmani dan mengakibatkan penderitaan yang berkepanjangan. Tidak sedikit pasien yang datang ke dokter untuk berobat karena merasa dirinya sakit, padahal setelah diperiksa ternyata tidak ditemukan adanya suatu penyakit. Sebenarnya, penyakit yang dideritanya itu bukan penyakit jasmani, melainkan suatu penyakit rohani yang mengganggu perasaan hati dan pikirannya.

Dalam kaitan ini, Rasulullah saw telah memberi petunjuk. Kata Beliau, ''Sesungguh Allah tidak akan menurunkan sesuatu penyakit melainkan menurunkan pula obatnya, maka berobatlah.'' (HR An-Nasaai). Obat yang terbaik untuk mengatasi keresahan hidup ialah dengan meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt. Melaksanakan segala titah dan perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, menjalankan ibadah dengan tertib dan baik, serta memperbanyak amal saleh dan selalu mengingat (zikir) Allah swt. Allah berfirman, ''Orang-orang yang beriman, hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah (zikrullah). Ketahuilah, hanya dengan mengingat Allah hati merasa tenteram.'' (QS Al-Ra'd: 28).

Dalam ayat tadi, Allah menjelaskan bahwa orang yang mendapat tuntunan-Nya adalah orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram karena selalu mengingat Allah. Mereka tidak merasa gelisah dan tidak pula merasa takut. Semoga perbuatan dan perilaku kita senantiasa dihiasi iman yang kuat. Dengan demikian, kita tidak akan pernah mudah tergoda dengan bujuk rayu kehidupan modern yang nisbi ini, yang hanya bertujuan untuk mencelakakan dan menjerumuskan kita ke dalam penyesalan. - ah


| | edit post

Wacana Toleransi

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.58 0 komentar
Wacana Toleransi
Salah satu semangat Alquran yang istimewa adalah penghormatan yang luar biasa terhadap ide persamaan dan persaudaraan. Alquran menegaskan bahwa manusia diciptakan Tuhan dari satu jiwa, kemudian dari satu jiwa itu Ia ciptakan pula pasangannya dan dari keduanya Ia ciptakan lagi banyak laki-laki dan perempuan (QS An-Nisa', 1-4). Selanjutnya lelaki dan perempuan yang banyak itu Ia pecah menjadi berbagai bangsa dan suku.

Hadits menerangkan lebih lanjut bahwa tak ada perbedaan antara suku-suku bangsa itu. ''Tidaklah lebih mulia orang Arab dari orang bukan Arab, orang bukan Arab dari orang Arab, orang bewarna dari orang putih, orang putih dari orang bewarna, kecuali karena taqwanya.'' (Bagian dari Teks Khotbah Wada' Nabi SAW).

Sungguh pun manusia pada perkembangannya menjadi berbagai bangsa, mempunyai berbagai bahasa, mempunyai warna berbeda dan agama berlainan, mereka pada hakikatnya, karena berasal dari sumber yang satu, adalah bersaudara yang mempunyai kedudukan yang sama. Manusia dalam Islam hanyalah milik Allah dan 'abd (hamba) Allah, sehingga tidak boleh menjadi hamba selain Allah. Antar sesama manusia dengan demikian harus saling mengasihi dan saling bebas membebaskan.

Karena itu ketika Umar Ibn Khattab mendengar bahwa anak gubernurnya, Amr Ibn Al-As, bersikap kasar terhadap salah satu penduduk Mesir, ia berkata: ''Sejak kapan kamu memperbudak manusia, sedang mereka dilahirkan ibu-ibu mereka bebas?'' Sejalan dengan kebebasan itu, maka Islam pun menegaskan: ''Tidak ada paksaan dalam agama,'' (QS Al-Baqarah, 256). Bahkan teguran keras pada Nabi SAW: ''Apakah engkau akan paksa manusia sehingga menjadi mukmin?'' (QS Yunus, 99). Tuhan menegaskan: ''Tugasmu hanya memberi ingat. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.'' (QS Al-Ghasyiah, 21-22).

Dari ajaran dasar persamaan, persaudaraan dan kebebasan di atas, timbullah perintah bahwa manusia harus dibebaskan dari perbudakan, bebas dari rasa takut, bebas mengeluarkan pendapat, bebas bergerak, bebas dari penganiayaan dan tentu saja bebas beragama. Dari sini pula timbul hak-hak atas hidup, atas harta milik, atas pendidikan, atas pekerjaan dan lain-lain asasi manusia yang bersifat universal.

Kenyataan (agama) yang demikian itu harus menjadi dasar berpikir kita, bahwa toleransi dalam Islam bukan berasal dari pemikiran karena masyarakat kita majemuk, banyak suku dan agama. Tetapi toleransi Islam itu berasal dari esensi ajarannya itu sendiri. Itulah sebabnya, setiap selisih sosial yang bermuatan SARA, seperti akhir-akhir ini di Timor Timur, adalah sesuatu yang bukan dari Islam. Berulangkali kenyataan sejarah mengajarkan bahwa di lingkungan mayoritas Muslim setiap orang menikmati kebebasan asasinya. - ah

| | edit post

Rasa Malu

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.56 0 komentar
 Rasa Malu

BUDAYA MALU: Harus diperkuat

Rasa malu bagi seseorang merupakan daya kekuatan yang mendorongnya berwatak ingin selalu berbuat pantas dan menjauhi segala perilaku tidak patut. Orang yang memiliki watak malu adalah orang yang cepat menyingkiri segala bentuk kejahatan. Sebaliknya, yang tidak memiliki rasa malu berarti ia akan dengan tenang melakukan kejahatan, tidak peduli omongan, bahkan, cercaan orang lain. ''Anjing menggonggong kafilah tetap berlalu,'' begitu mottonya.

Islam menilai, watak malu itu merupakan bagian dari iman. Dengan demikian, orang yang tidak mempunyai rasa malu adalah orang yang hilang imannya. Orang hidup bermasyarakat sudah tentu harus mendengarkan apa kata masyarakat tentang dirinya. Masyarakat tak pelak lagi sebenarnya mengetahui apa yang dilakukan anggotanya. Masyarakat pula yang berhak mengoreksi apa-apa kelakuan yang tidak baik atau tak pantas anggotanya. Bagi yang tak punya malu, omongan atau koreksi masyarakat akan dianggapnya angin lalu.

Ada sebuah ungkapan warisan para nabi, yang menyatakan bahwa sudah rahasia umum, orang yang hilang perasaan malunya tak lain dari orang yang sudah terbiasa berbuat kemungkaran dan kemaksiatan dalam segala jenis dan bentuknya. Ia mau melakukan kejahatan, kelaliman dan kekejian.

Rasulullah bersabda: ''Sesungguhnya, yang dapat diambil sebagai pelajaran dari para nabi terdahulu ialah, apabila kamu sudah tidak mempunyai perasaan malu maka berbuatlah semaumu;'' riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Itu berarti, orang yang demikian sulit untuk mau mawas diri, meski berhadapan dengan umpatan dan kecaman orang banyak pun.

Berdasar riwayat Ibnu Umar, Rasulullah bersabda: ''Sesungguhnya Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung, bila berkehendak menjatuhkan seseorang maka Allah cabut dari orang itu rasa malunya. Ia hanya akan menerima kesusahan (dari orang banyak yang marah kepadanya. Melalui ungkapan kemarahan itu, hilang pulalah kepercayaan orang kepadanya. Bila kepercayaan kepadanya sudah hilang maka ia akan jadi orang yang khianat. Dengan menjadi khianat maka dicabutlah kerahmatan dari dirinya. Bila rahmat dicabut darinya maka jadilah ia orang yang dikutuk dan dilaknati orang banyak. Dan bila ia menjadi orang yang dilaknati orang banyak maka lepaslah ikatannya dengan Islam.'' - ah




| | edit post

Menyambut 1 Muharam

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.46 1 komentar
Menyambut 1 MuharamSatu Muharam atau Tahun Baru Hijriyah ditandai dengan pindahnya Nabi Muhammad saw dari Mekah ke Madinah, 1416 tahun silam. Di samping itu, setiap Tahun Baru Hijriyah didahului oleh dua peristiwa penting, yaitu satu Syawal sebagai akhir puasa ('Idul Fitri) dan 10 Zulhijah pelaksanaan ibadah haji ('Idul Adha). Baik 'Idul Fitri maupun 'Idul Adha kalau diamati lebih dalam memiliki makna dan hubungan yang erat dengan satu Muharam.

Seseorang yang akan pindah, selayaknyalah dia mempersiapkan bekal. Pindah untuk satu tahun ke depan, tentu dia dituntut lebih siap lagi. Bekal yang diwajibkan Allah untuk persiapan satu tahun adalah ibadah puasa dan haji. Ibadah puasa bertujuan agar kita mampu mengendalikan hawa nafsu, sedangkan ibadah haji untuk melawan dan menundukkan godaan setan.

Puasa memang dikhususkan untuk mengendalikan hawa nafsu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, ''Pada bulan puasa setan-setan diikat, sedangkan pintu-pintu sorga dibuka.'' (H.R. Bukhari). Allah mengikat setan selama bulan puasa agar seseorang memusatkan dirinya mengendalikan hawa nafsu yang berasal dari dalam dirinya, yaitu nafsu perut dan seks.

Setelah selesai mengendalikan hawa nafsu, kita dituntut untuk menghadapi dan bahkan melenyapkan musuh yang berasal dari luar, yaitu godaan setan. Kendati godaan setan dan nafsu sama-sama tidak tampak, keduanya berbeda dalam cara dan tujuan. Setan tidak puas hanya dengan satu cara. Kalau gagal dengan satu cara, dia mencari jalan lain agar berhasil. Dan kalau sudah berhasil, dia berusaha agar hasil godaan itu semakin maksimal.

Berbeda halnya dengan nafsu. Jika sudah terpenuhi permintaannya, nafsu tidak menuntut yang lebih besar lagi. Seseorang yang lapar, umpamanya, dia hanya membutuhkan sepiring nasi dan ketika membutuhkan seks, dia perlu seorang pasangan.

Cara untuk melawan godaan setan tidak dengan berpuasa, tetapi dengan ibadah haji. Salah satu wajib haji adalah melempar jumrah di Mina. Setan berada di luar diri kita. Karena itu, kita perlu mempersiapkan senjata untuk melawannya, yaitu batu. Dalam puasa, kita dituntut untuk mengendalikan hawa nafsu bukan melenyapkannya. Tapi, pada saat haji, kita dituntut untuk mengalahkan setan dan sekaligus melenyapkannya. Mengendalikan hawa nafsu diwajibkan setiap tahun, sedangkan memerangi setan hanya sekali seumur hidup.

Setelah keduanya dapat ditaklukkan, berarti kita sudah siap hijrah ke tahun berikutnya. Dengan demikian, ketika menyambut satu Muharam 1417 H, kita memulai kegiatan dengan bekal yang matang, program yang jelas, dan penuh dengan rasa percaya diri.

Sungguh maha bijak Tuhan yang mengatur urutan-urutan itu, yakni perintah haji setelah puasa dan Hijrah setelah puasa dan haji. Namun, maknanya, tentu lebih berbahagia orang-orang yang membekali dirinya dengan kebijakan tersebut, yaitu pengendalian nafsu dan tahan akan godaan setan. - ah


| | edit post

Syariat adalah dzikir

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.40 0 komentar
Syariat adalah dzikir
Setiap yang Anda lakukan sesuai Syariat adalah dzikir, bahkan kalau itu hanya perbuatan biasa seperti berjual-beli. (Sheikh Ahmad Sirhindi).

Dzikir berarti mengingat Allah selamanya, dan berusaha tak melupakan-Nya. Eling, eling, istilah orang Jawa. Untuk itu, kadang dengan tasbih berputar-putar di tangan, kita mengulang-ulang ungkapan nafi wa istbat (peniadaan dan penegasan ketuhanan Allah, yakni la ilaha illa Allah), atau kita sekadar mengulang-ulang kata ''Allah,'' ism dzat.

Namun, tokoh sufi pembaharu Sheikh Ahmad Sirhindi tak berhenti pada dzikir dalam pengertian konvensional itu. Selanjutnya, mujaddid yang lahir di Punjab, India, 26 Mei 1564 ini membagi dzikr menjadi dua: mengucapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah seperti pengertian di atas tadi, serta menaati semua perintah-Nya dan memenuhi kehendak-Nya.

Yang agak mengejutkan, Sheikh Ahmad sampai pada kesimpulan ada saat-saat di mana kita berdosa mengucapkan dzikir. Baginya, mengucapkan dzikir dalam situasi orang lain membutuhkan kita boleh dikata sebagai dosa. Ini hampir sama dengan larangan untuk berpuasa atau salat pada saat-saat tertentu. Begitu pula sebaliknya.

Ia menyebut contoh, menyelamatkan orang buta yang berdiri selangkah di pinggir mulut sumur, lebih baik dari mengingat Allah. Allah tidak membutuhkannya atau dzikirnya, sementara orang buta membutuhkan bantuan, memerlukan seseorang untuk menyelamatkannya, khususnya orang yang terpilih sebagai penyelamat yang diberi kesempatan untuk berada di dekatnya.

Menyelamatkan orang buta dalam situasi tadi merupakan bentuk dzikir juga, karena perbuatan itu mematuhi perintah Allah. Dalam berdzikir dengan menyebut nama Allah, kita hanya melaksanakan satu tugas, yakni tugas kepada Allah. Namun bila kita berusaha menyelamatkan orang, kita telah melakukan dua tugas sekaligus: tugas kepada Allah dan tugas pada manusia.

Setiap perbuatan yang sesuai dengan perintah Allah mestinya dimaksud hanya untuk mengingat Allah. Bahkan berjual-beli dan berdagang di mana kita melaksanakan Syariat adalah dzikir. Demikian pula, menikah atau cerai yang dilaksanakan sesuai hukum Syariat pun merupakan dzikir.

Dzikir dengan menyebut nama-nama Allah memang lebih efektif dalam menimbulkan kecintaan pada Allah dan memperoleh kedekatan-Nya. Namun, dzikir macam ini hanyalah cara (wasilah) ke dzikir yang merupakan penaatan pada hukum-hukum Syara' di dalam kehidupan.

Alasannya, kita mustahil melaksanakan hukum Syara' di semua persoalan kecuali kita memiliki kecintaan kuat kepada Pembuat Syariat. Dan kecintaa kuat pada Allah bergantung pada dzikr (mengingat) Allah dengan mengucapkan nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Keduanya saling terkait. - ah


Praktek Bisnis Yahudi

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.39 0 komentar
Praktek Bisnis YahudiSejak kalah dalam Perang Khaibar, Yahudi Madinah bersumpah menuntut balas untuk menumpas Muhammad SAW dan para pengikutnya. Perang tersebut dikomandoi oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib r.a. Dalam ekspedisi itu, umat Islam memperoleh kemenangan yang gilang gemilang.

Begitulah kemudian, dipelopori oleh tokohnya, Huyai bin Akhtab, orang-orang Yahudi membentuk gerakan rahasia -- khusus untuk menghasut, mengadu domba, menyebarkan isu bohong dan berkhianat bila mengadakan perjanjian dengan umat Islam. Kalau saja Allah SWT tidak menginformasikan hal tadi kepada Rasulullah (melalui wahyuNya), mungkin kaum muslimin kala itu sudah termakan manuver Yahudi yang sangat mendendam terhadap perkembangan Islam itu.

Kenyataannya: memang mereka tak saja telah terdesak keyakinannya. Juga lantaran 'imperium dagang' yang selama ini dibangun para konglomerat Yahudi -- harus berhadapan dengan saudagar Muslim yang menjalankan praktek bisnis berdasarkan etika ajaran Muhammad SAW. Dan akhirnya, kolusi yang dibangun antara Yahudi Madinah dengan pengusaha Quraisy di Mekah tidak membawa hasil, bahkan sebaliknya menarik simpati masyarakat luas terhadap Islam.

Abdullah bin Ubay yang menonjol dalam melakukan manuver -- antara lain pernah membelot bila ikut berjihad -- di zaman Nabi SAW tak berhasil menjalankan usaha memecah belah umat. Sepeninggal Rasul SAW, Sayidina Abu Bakar r.a. bertindak tegas pada komplotan Bani Israel yang sempat pula memancing di air keruh namun gagal. Begitu pula di zaman Khalifah Kedua Sayyidina Umar bin Khattab. Karena begitu kuat dan disiplinnya pemerintah Umar, hingga membuat mereka tak berkutik menghadapi kepemimpinannya.

Sepeninggal Umar, suksesi berjalan lancar, lantaran sudah diletakkan dasar-dasar pemilihan yang demokratis (syura) berdasarkan etika Alquran dan pengalaman praktis khalifah sebelumnya. Melalui majelis legislatif (ahlul halli wal aqdi) yang diduduki para sahabat terpandang (antara lain wakil dari Partai Muhajirin dan Anshar), majelis kemudian memilih Sayidina Usman bin Affan sebagai khalifah.

Kepemimpinan lelaki sepuh menantu Nabi yang agak 'longgar' ini lalu dimanfaatkan oleh komplotan Yahudi untuk memecah belah umat. Mereka sengaja menghembuskan isu bohong dikotomi sahabat dan keluarga Nabi (Ahlul Bait). Umat sempat terpecah belah, dan darah mengalir. Reputasi Yahudi seperti itu sudah sangat dikenal. Apakah umat Islam akan terus membiarkan diri jadi korban mereka lagi? - ah


| | edit post

Ukhuwah Islamiyah

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.19 0 komentar
  Ukhuwah IslamiyahUntuk menggambarkan dalamnya persaudaraan dalam Islam (ukhuwah Islamiyah), Allah SWT menggunakan kata ikhwah, yang berarti ''saudara kandung'' (Q.S. 49: 10). Ini berbeda dengan ikhwan, yang artinya ''berteman'', sebagaimana digunakan Allah dalam surat Ali 'Imran 103, untuk melukiskan bagaimana suku-suku Arab pada zaman Jahiliyah yang semula bermusuh-musuhan, kemudian bersatu setelah memeluk Islam. Jadi, setelah berada dalam satu agama, setiap muslim adalah teman bagi yang lain. Dan setelah keislaman itu meningkat, setiap muslim seharusnya dapat memandang muslim lain sebagai saudara kandungnya.

Ukhuwah Islamiyah dapat diwujudkan -- seperti disabdakan Nabi SAW -- antara lain dalam bentuk bahwa seorang muslim harus dapat mencintai muslim lain sebagaimana ia mencintai diri sendiri; bahwa seorang muslim harus dapat merasakan kesulitan yang dialami muslim lain, sebagaimana sakit pada satu anggota tubuh dirasakan oleh seluruh anggota tubuh lain; bahwa seorang muslim harus saling menyokong, sebagaimana satu bagian bangunan menyangga bagian lain.

Di dalam Alquran, Allah SWT meminta agar seorang muslim tidak memusuhi, mencaci, mengolok-olok, dan berburuk sangka kepada muslim lain (Q.S. 49: 9-12). Yang perlu dikembangkan justru sikap saling memaafkan (Q.S. 24: 22). Bahkan sesama muslim perlu saling mendoakan (Q.S. 3: 159) dan awliya', lindung-melindungi (Q.S. 9: 71).

Kita jangan seperti orang kafir yang mengambil Taghut sebagai pelindung, karena mereka berjuang untuk keangkaramurkaan (Q.S. 2: 257 dan 4: 76). Dan kita jangan seperti orang munafik yang saling menyokong justru dalam menganjurkan yang munkar, melarang yang makruf, kikir, dan tak mengindahkan Allah (Q.S. 9: 67).

Persaudaraan Islam menghendaki wujud nyata, yaitu minimal pengorbanan dalam harta benda. ''Jika mereka tobat, mendirikan salat, dan membayar zakat, barulah mereka teman kalian seagama,'' tegas Allah SWT (Q.S. 9: 11). Yang harus dikeluarkan bukan hanya zakat, tapi juga infak (Q.S. 2: 195), yaitu kewajiban keuangan yang besarnya tergandung kerelaan (iman) penyumbang.

Wujud persaudaraan dalam Islam bahkan sampai kepada kesediaan mengorbankan nyawa. Allah berfirman: ''Bagaimana kalian tiadakan berperang di jalan Allah bagi orang-orang tertindas -- laki-laki, perempuan, dan anak-anak itu -- yang berseru, 'Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari kota ini, yang penduduknya berbuat zalim. Berilah kami perlindungan dari-Mu. Dan berilah kami pembela''' (Q.S. 4: 75).


| | edit post

Kehancuran Bangsa

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.13 0 komentar
Kehancuran Bangsa ''Jika kalian semua berpaling (dari kebenaran yang sudah ditegaskan oleh Allah), maka Allah akan menggantikan kalian dengan kaum yang lain, yang sama sekali berbeda dengan kalian,'' [QS Muhammad (47):38]. Firman Allah di atas memberikan gambaran kepada kita tentang sebuah bangsa yang bila tidak memperhatikan aturan-aturan benar yang diperintahkan oleh Allah, maka bangsa tersebut (bangsa apa pun, Muslim maupun non-Muslim), akan mengalami kehancuran.

Berdasarkan petunjuk Alquran, sedikitnya kita memperoleh empat persoalan sosial-politik yang bila dilanggar oleh suatu negeri, maka negeri tersebut akan mengalami kehancuran. Pertama, bila orang-orang miskin dan kelas yang rendah dalam masyarakat mengalami ketertindasan dan eksploitasi secara politik dan ekonomi. Sehingga, mereka tidak mampu lagi memperjuangkan hak-hak asasinya. Kemiskinan yang mereka alami bukan karena mereka malas dan tidak mau bekerja keras, tapi karena adanya ketidakadilan sistem sosial-politik yang dijalankan oleh para penguasa.

Penyelesaian problem sosial ini harus dipecahkan secara individual dan sosial sekaligus berbarengan. Karena itu, selain setiap orang harus adil [QS Al-Maidah (5):8], juga setiap orang harus membantu orang-orang miskin dan telantar, semisal yatim-piatu. Sebab, ''di dalam kekayaan orang-orang kaya itu terdapat hak orang miskin, baik yang meminta maupun yang tidak meminta'' [QS Al-Ma'arij (70):24-25].

Kedua, bila suatu bangsa telah terjerumus ke dalam kemusyrikan dan kebebasan yang liar. Kita bisa memperhatikan keadaan masyarakat pada zaman Nabi Nuh dan Nabi Luth [lihat QS An-Najm (53): 52-53]. Ketiga, bila orang-orang kaya dalam suatu negeri itu berbuat aniaya (merusak) dan durhaka [QS Al-Isra (17):16]. Ini jelas sekali. Karena mereka, dengan kekayaannya, bisa mempermainkan banyak hal. Menumpuk bahan-bahan pokok makanan dan memonopolinya, menyebarkan isu-isu negatif dalam berbagai media informasi yang secara ekonomi di bawah kekuasaannya, dan lain-lain. Seperti halnya penguasa, orang kaya pun bisa menukar kebenaran dengan kebatilan.

Keempat, bila para pemimpin agama telah menyelewengkan perannya sebagai kekuatan spiritual dan moral. Penyelewengan itu terjadi karena hati nurani mereka sudah tidak bisa tergugah lagi bila mereka melakukan dan melihat kesalahan. Sehingga, mereka mengkompromikan kebenaran dengan hawa nafsu yang sesat dari orang-orang kaya atau para penguasa. Dalam hal ini Alquran, seperti halnya para pemimpin kaum Yahudi dan Nasrani, menuduh mereka ''telah menjual ayat-ayat Allah untuk jumlah uang yang sedikit'' [lihat QS Al-Baqarah (2):41, 79 dan 174; juga Ali Imran (3):77 dan 187]. Bila keempat hal di atas terjadi dalam sebuah bangsa, maka jelas kekuatan moral tidak berfungsi lagi. Kira-kira inilah yang menyebabkan mengapa Alquran tak henti-hentinya menyuruh manusia mempelajari sejarah bangsa-bangsa di masa lampau [QS Al Hajj (22): 45]. - ah


| | edit post

Akhlak Politik

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.13 0 komentar
Akhlak Politik
Islam mengandung ajaran yang berlimpah tentang etika dan moralitas kemanusiaan, termasuk etika dan moralitas politik. Karena itu, wacana politik tidak bisa dilepaskan dari dimensi etika dan moralitas. Melepaskan politik dari gatra moral-etis, berarti mereduksi Islam yang komprehensif dan mencerabut akar doktrin Islam yang sangat fundamental, yakni akhlak politik. Dengan demikian, muatan etika dalam wacana politik merupakan keniscayaan yang tak terbantahkan.

Akhlak politik dalam Islam bermula dari niat dan tujuan memasuki kancah politik. Seorang yang ingin berkecimpung dalam dunia politik, baik sebagai legislatif, yudikatif maupun eksekutif, harus mempunyai niat dan motivasi yang benar. Niat dan tujuan berpolitik menurut Islam adalah: 1. Menegakkan keadilan dan kebenaran; 2. Membela kepentingan rakyat; 3. Menyeru kebaikan (amar ma'ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar).

Selanjutnya, akhlak politik dalam Islam, meniscayakan iman dan taqwa sebagai landasan politik yang hendak dibangun. Menjalankan politik tanpa iman dan taqwa, mempunyai implikasi yang riskan bagi pembangunan bangsa. Dalam GBHN sendiri dinyatakan bahwa asas pembangunan nasional adalah iman dan taqwa, termasuk pembangunan politik.

Tanpa iman dan taqwa, seorang figur politik akan mudah terjerumus kepada keputusan dan perilaku politik yang menyimpang. Tanpa iman dan taqwa, seorang politisi akan tega menginjak-injak kebenaran dan keadilan dan membiarkan kemungkaran di depan matanya. Al-Mawardi, ahli politik Islam klasik terkemuka (w.975 M) merumuskan syarat-syarat seorang politisi sebagai berikut: 1. Bersifat dan berlaku adil; 2. Mempunyai kapasitas intelektual dan berwawasan luas; 3. Profesional; 4. Mempunyai visi yang jelas; 5. Berani berjuang untuk membela kepentingan rakyat. Senada dengan formulasi Al-Mawardi tersebut, Ibnu Taymiyah dalam karyanya As-Siyasah Asy-syar'iyah menyebutkan, bahwa pemimpin politik harus mempunyai kualitas moral dan intelektual, adil, amanah (jujur) dan mempunyai kecakapan.

Kutipan di atas mendeskripsikan secara eksplisit tentang kualifikasi seorang pemimpin politik menurut perspektif Islam. Kualifikasi tersebut menyiratkan akan keniscayaan akhlak dalam dunia politik. Di samping itu, seorang politisi, harus mempunyai kesadaran teologis bahwa dirinya berfungsi sebagai khalifah Tuhan di muka bumi untuk melakukan pembangunan dan akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya tidak saja kepada manusia, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dalam konteks ini, Nabi bersabda, ''Semua kamu adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya. Seorang politisi adalah pemimpin dan ia akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya.'' (Muslim). - ah

| | edit post

Fitrah Manusia

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.10 0 komentar
Fitrah ManusiaYang membedakan agama Islam dengan agama lainnya, selain ajaran ketuhanannya, juga perhatian terhadap hakikat kecenderungan pemikiran manusia. Islam sangat positive thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran. Sebaliknya, agama non-Islam sangat negative thinking terhadap kecenderungan akhlak manusia terhadap kebenaran.

Pemikiran yang negative thinking terhadap manusia, pada hakikatnya, sangat membahayakan peradaban manusia. Jerry Falwell, pemimpin kaum fundamentalis Kristen Amerika, sangat negative thinking terhadap manusia. Mengutip Kitab Injil, ia mengatakan Katanya manusia pada dasarnya jahat. Karena itu, ia mengutuk keras kaum liberal Amerika yang berpikiran bahwa manusia pada dasarnya baik.

Padahal pendapat kaum liberal Amerika sangat mendekati kebenaran, tinggal ditambah dengan kesadaran akan adanya kekuatan Tuhan. Dalam Islam (QS 30:30) disebutkan manusia diciptakan berdasarkan fitrah Allah. Artinya, manusia pada hakikatnya mengandung keyakinan akan kebenaran dalam ketuhanan dan berakhlak di antara sesama manusia.

Selain manusia, Allah juga menciptakan makhluk lain, seperti malaikat dan jin. Sewaktu Allah menciptakan manusia, Iblis takabur dan berjanji akan menyesatkan keturunan Adam dan isterinya. Karena itu, Allah mengilhami manusia jalan yang baik dan buruk (jalan setan), lihat QS 91:8-10.

Beruntunglah manusia yang selalu berada di lingkungan yang bersih dan benar, karena fitrahnya akan selalu muncul dan menghidupi kehidupannya. Sebaliknya manusia akan celaka, bila berada dalam lingkungan yang kotor dan jahat, karena fitrahnya akan tertutupi dan tertekan. Dalam kondisi ini, manusia ada kemungkinan berakhlak jahat. Walaupun demikian, tetap saja fitrahnya akan selalu muncul bila lingkungannya menjadi baik. Karena itu, dalam Islam pintu taubat selalu terbuka.

Untuk lebih jelasnya, lihat hadis Muslim yang artinya, ''Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah; kedua orangtuanyalah yang menjadikannya penganuat agama Yahudi, Nasrani, atau Majusi.'' Fitrah di sini adalah tauhid (naluri mengesakan Allah). Selain itu, fitrah manusia juga berupa semangat beribadah yang benar, selalu mengemban amanah, mempunyai jiwa kepemimpinan (khilafah) yang adil, dan insan sosial.

Supaya fitrah-Nya selalu menghidupi kehidupannya, manusia dituntut untuk berpikir akan kehidupan dalam bertetangga, berkeluarga, kepemimpinan, beribadah, dan berketuhanan yang esa. Maka dari itu, Alquran dalam isinya, baik dalam posisi menyuruh atau menyindir manusia, selalu memakai kata-kata ''afala ta'qilun'' atau ''afala yatafakarun''.

Proses berpikir merupakan awal kehidupan yang menuju kebaikan dan keberkahan. Beragama tanpa berpikir merupakan jalan setan untuk menjauhkannya dari fitrahnya. Selanjutnya menjerumuskan manusia pada kehidupan yang penuh kemungkaran dan kenistaan. - ah


| | edit post

Bani Israil

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.09 0 komentar
Bani Israil Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku padamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus tunduk (takut). (QS Al-Baqarah: 40).


Israil yang artinya pilihan adalah sebutan bagi Nabi Ya'kub as. Bani Israil adalah anak-anak keturunan Nabi Ya'kub as. Tetapi, sekarang bangsa mereka lebih terkenal dengan sebutan Yahudi atau Zionis. Sebagai bangsa pilihan, mereka banyak dianugerahi nikmat Allah SWT, sesuatu yang tidak dinikmati bangsa-bangsa lainnya.

Kenikmatan yang diterima Bani Israil itu kalau dirinci satu per satu tentu tidak terhitung. Namun ada beberapa kenikmatan yang sangat menonjol dirasakan oleh mereka seperti: diselamatkannya mereka dari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya yang amat bengis (QS 2:49), dibelahnya laut untuk jalan mereka dan ditenggelamkannya Fir'aun dan para pengikutnya (QS 2:50), diturunkannya Nabi Musa dan Kitab Taurat untuk mereka serta dimaafkannya kesalahan mereka atas perbuatan menyembah anak sapi (QS 2:51),

dibangkitkannya mereka setelah mati disambar petir akibat keraguannya terhadap eksistensi Allah SWT (QS 2:55-56), dinaungi dengan awan ketika berjalan di bawah terik matahari dan diturunkannya makanan sorga yaitu manna dan salwa serta dua belas mata air (QS 2:57).

Namun, ketika mereka diperintahkan masuk ke Palestina dengan penuh keberanian, karena di dalamnya terdapat penguasa yang otoriter, ternyata mereka mengingkarinya, bahkan mereka mengatakan kepada Nabi Musa as: ''Barangkali engkau bersama Tuhanmu (untuk berperang merebut Palestina), dan kami di sini saja (menunggu hasilnya)!'' Sungguh orang-orang Yahudi itu tidak bisa mensyukuri nikmat, tidak tahu balas budi, dan selalu ingkar janji. ''Oleh sebab itu, Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik''. (QS 2:59).

Kini, atas bantuan Inggris dan para sekutunya, sejak 1948 bangsa Yahudi telah menjajah bumi Palestina dan mengusir penduduknya dari tanah kelahirannya. Segala upaya telah dilakukan untuk mengusir kaum Zionis itu dari tanah Palestina yang suci, namun setiap usaha tersebut hingga kini menemui kegagalan.

Berbagai perjanjian telah dibuat. Lebih dari 600 rekomendasi dihasilkan lewat seminar atau simposium tingkat dunia. Sudah puluhan resolusi lahir dari rahim PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa). Namun sampai detik ini, Yahudi tetaplah Yahudi yang dulu. Mereka kufur akan nikmat, suka melanggar perjanjian, dan tidak tahu membalas budi.

Mungkin benar adanya sinyalemen, bahwa masih ada orang-orang Yahudi yang baik. Oleh karena itu, bangsa Indonesia ingin menjalin hubungan dagang secara formal dengan mereka. Hanya saja, sejarah yang selalu arif telah membuktikan bahwa jangankan Indonesia yang masih lemah, negara-negara adidaya pun kini telah bertekuk lutut di bawah kendalinya. Semoga saja kita tidak menjadi korban ke sekian dari tipu daya Yahudi. - ah




| | edit post

Menjaga Diri

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 11.00 0 komentar
Menjaga DiriKewajiban kita sebagai manusia ialah berkata, berbuat benar, dan jujur. Selain itu, kita juga diwajibkan berusaha agar lingkungan kita bersih. Untuk menciptakan lingkungan bersih, di antaranya kita wajib saling memperingati (menasihati) ke jalan yang benar, seperti yang diperintahkan Allah SWT dalam Surah al-'Ashr 1-3. Peringatan Allah ini sangat penting agar kita dan semua orang di lingkungan kita (rumah tangga, masyarakat) senantiasa mampu menjaga diri dari perbuatan mungkar dan sebaliknya bergairah untuk berlomba-lomba melakukan kebajikan.

Sebagai anggota masyarakat, kita tidak akan pernah lepas dari tarikan pengaruh, baik pengaruh baik maupun buruk. Bahkan pengaruh untuk berbuat negatif untuk zaman sekarang ini jauh lebih kuat daripada untuk berbuat positif. Perkembangan modern turut mempengaruhi keadaan tersebut.

Bagi yang kurang kuat imannya tentulah mudah terpengaruh mengikuti arus negatif, lebih-lebih kalau didukung faktor lingkungan yang potensial, mudah tumbuh perbuatan-perbuatan tercela. Sedangkan yang relatif sudah kuat imannya, akan digoda terus sampai pertahanan imannya bobol. Tahta, harta, dan wanita adalah merupakan daya tarik yang cukup ampuh untuk melumpuhkan kekuatan iman seseorang. Sudah banyak pemimpin atau pejabat yang jatuh disebabkan pengaruh tersebut.

Oleh karena itu, kita semua tanpa kecuali, terutama para pejabat pengemban amanat penderitaan rakyat, perlu meningkatkan terus benteng keimanan. Kita wajib melawan dan mengalahkan kekuatan-kekuatan negatif tersebut. Kalau tidak mampu kita kalahkan, ia akan mengalahkan kita. Dan apabila hal ini terjadi, akan rusaklah kepribadian kita.

Seorang pemimpin yang sudah rusak kepribadiannya pasti akan merugikan kepentingan rakyat yang dipimpinnya, yang ditandai semakin merajalelanya ketidakadilan, kemiskinan, dan kesengsaraan. Peringatan Allah yang dikutip di atas mewajibkan kita untuk saling menasihati, agar kita dan lingkungan kita senantiasa berada dalam keadaan bersih. Karena itu, hendaklah diingat bahwa apabila kita belum mampu memperbaiki keadaan masyarakat (lingkungan) disebabkan semakin dominannya pengaruh-pengaruh negatif, maka paling kurang kita harus memelihara kepribadian kita sendiri.

Kepribadian kita tetap harus dipertahankan agar dapat diikuti anggota keluarga dan masyarakat di lingkungan kita. Jadi, paling kurang kita harus mampu menjaga diri kalau kita sendiri belum mampu memperbaiki orang lain atau lingkungan kita.

Dan untuk dapat berhasil menjaga diri, di antaranya kita harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, terutama secara teratur melakukan salat. Dengan salat, Allah akan menjaga dan menyelamatkan diri kita dari perbuatan mungkar (Al- Ankabut: 45). - ahi


| | edit post

Miskin Cinta

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 10.59 0 komentar
Miskin Cinta Tengoklah dengan hati yang paling bening, sesungguhnya banyak di antara kita masih miskin cinta. Uluran pengemis yang ditepis, para pemimpin umat saling menyeteru, dan orang-orang kaya harta yang miskin cinta. Dada tempat bersemayamnya mahabbah telah menipis diganti angkara dunia. Gunjingan dan gosip menjadi nyanyian sehari-hari. Mereka tidak sadar betapa Allah telah berfirman bahwa bagi orang-orang yang menggunjing dan memfitnah itu, diibaratkan bagaikan manusia yang memakan bangkai sesama saudaranya sendiri.


Ini semua terjadi karena di antara kita bisa jadi sudah kehilangan nuansa cinta, dan sebaliknya sarat dengan muatan keserakahan, persaingan, dan memandang manusia dari kacamata materi, untung dan rugi belaka. Dia santuni dan mencoba ingin akrab dengan manusia yang mempunyai kekuasaan. Sopan dan simpatik penampilannya, tetapi hanya sekadar untuk mendapatkan cipratan materi. Dan berubah wajahnya ketika dia berhadapan dengan orang yang lemah (mustad'afin) dan memalingkan muka dari penderitaan orang-orang miskin.

Sungguh, saat ini kita membutuhkan para pemimpin yang mempunyai wibawa cinta. Dia menampakkan wajahnya yang teduh dengan senyuman di bibir, bukan wajah yang sinis mencibir. Seharusnya dia sadar bahwa dirinya menjadi pemimpin karena adanya orang-orang yang dipimpinnya. Dia lupa bahwa menjadi pemimpin itu adalah menjadi pelayan umat.

Simak dan resapkanlah perilaku akhlakul karimah Nabi Muhammad saw dengan sahabat dan umatnya yang bagaikan cahaya mentari. Perilaku akhlakul karimah beliau itu telah menyentuh nurani umat manusia, menggubah peradaban yang gelap menjadi terang, dan meninggalkan pesan-pesan kepada kita untuk menampilkan diri sebagai umat yang santun, berakhlak, dan saling mencintai penuh kedamaian.

Pada saat Nabi saw meluruskan barisan dalam perang Badar, tanpa sengaja beliau memukul perut Sawad bin Ghazyah dengan anak panahnya. Sawad memprotes, ''Ya Rasulullah, dadaku sakit karena pukulanmu. Aku ingin menuntut qishash''. Mendengar ucapan Sawad, para sahabat marah seraya berkata, ''Betapa teganya engkau menuntut qishah kepada Rosulullah''.

Namun dengan tersenyum, Rasulullah menjawab, ''Biarkan dia menuntut haknya.'' Nabi saw menyingkapkan pakaiannya, dan tampaklah dadanya yang bidang dan putih itu, seraya bersabda, ''Balaslah!''. Tetapi Sawad bukannya memukul, melainkan menubruk dada Rasulullah dan kemudian menciumnya dengan penuh hikmat, seraya berkata, ''Betapa mungkin hamba membalasmu Ya Rasulullah. Sesungguhnya hamba sudah lama merindu mencium dadamu. Selama ini mencari kesempatan agar kulit hamba yang kasar ini dapat menyentuh kulitmu, berilah hamba syafaatmu ya Rasulullah.'' Dan kemudian Nabi mendoakannya. Rasulullah memimpin dengan cinta, dan merasa terhimpit jiwanya melihat penderitaan orang lain yang mengharapkan uluran tangan dan pantulan cinta yang ikhlas dari sesamanya. - ah




| | edit post

Peduli

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 10.59 0 komentar
Peduli Allah SWT telah mempersaudarakan seluruh kaum Muslimin atas dasar akidah Islam. Seorang Muslim yang satu dengan Muslim lainnya bagaikan satu tubuh. Manakala bagian tubuh yang satu sakit, maka bagian tubuh yang lain akan ikut merasakan sakit tersebut.


Perumpamaan seorang Muslim (dengan Muslim lainnya) dalam hal cinta kasih dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila (ada) salah satu bagian tubuhnya menderita (sakit), maka (akan dirasakan) oleh seluruh bagian tubuh lainnya dengan panas dan demam, (HR Bukhari dan Muslim). Wajar bila ada kaum Muslim yang disakiti, maka Muslim lainnya akan ikut membantu dan membelanya. Apalagi jika sampai kaum Muslim dihinakan harga dirinya oleh orang-orang kafir. Allah SWT berfirman, Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang sedang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan Allah Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, kecuali mereka hanya berkata Rabb kami hanyalah Allah. (QS Al Hajj: 39).

Tidak itu saja, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk menolong saudaranya yang sedang mengalami penindasan. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang tertindas (baik dari kalangan) laki-laki, wanita, maupun anak-anak? (QS An Nisa: 75). Ayat ini diperkuat ayat lainnya, (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dan mereka. (QS An Anfal 72).

Ayat dan hadis tersebut mengharuskan kaum Muslimin peduli. Kepedulian itu dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan, baik berupa harta benda bahkan sampai jiwa raga. Sikap itu bukan semata-mata karena urusan kemanusiaan, tapi lebih kepada pelaksanaan perintah-perintah Allah SWT. Rasullah saw bahkan telah memperingatkan setiap Muslim agar peduli terhadap nasib saudaranya setiap hari. ''Barang siapa bangun di pagi hari, tapi tidak memikirkan nasib kaum Muslimin, maka dia bukan termasuk golonganku.''

Tentu saja, sesuai dengan pandangan Islam, pembelaan kepada saudaranya dengan segala daya dan upaya yang dimiliki tetap mengacu kepada norma-norma yang telah ditentukan oleh Islam.

Islam melarang kaum Muslimin bersikap munafik, seperti yang pernah dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Saat itu Rasullah saw telah memerintahkan kaum Muslimin menyerang kaum Yahudi Bani Qainuqa, karena telah menghinakan seorang wanita Muslimah dan mengingkari perjanjian dengan kaum Muslimin. Abdullah bin Ubay malah berupaya melindungi kaum Yahudi itu dengan meminta agar Rasul mencabut kembali perintahnya.

Setiap Muslimin dituntut menunjukkan ketegasan sikap. Tidak bermanis muka, menjilat, atau menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya. Kalau tidak maka Islam akan terus dihinakan dan menjadi bulan-bulanan kaum kafirin. Wallahu a'lam bi shawab. - ah




| | edit post

Kaderisasi

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 10.58 0 komentar
KaderisasiRasanya tak berlebihan kalau dikatakan, salah satu kesuksesan kepemimpinan tergantung pada keberhasilan melakukan kaderisasi. Karena itu, kaderisasi lalu menjadi amat penting bagi kelangsungan proses kepemimpinan. Ia memiliki makna mempersiapkan, menawarkan gagasan, dan mengajak orang lain untuk menjadi seperti yang kita inginkan.

Kaderisasi umat secara umum diartikan sebagai usaha mempersiapkan calon-calon pemimpin hari esok yang tangguh dalam mempertahankan dan mengembangkan identitas khairu ummah, umat terbaik. Ini sesuai dengan seruan Allah dalam surah Ali Imran 110.

Secara khusus kaderisasi itu bermakna mempersiapkan kader-kader thaifah mutafaqqih fiddin, sekelompok umat yang mengerti agamanya yang sekaligus memiliki jiwa agama. Mereka mengemban misi indzarul qaum, memberi peringatan dan membina umat (surah at-Taubah 123).

Memperhatikan realitas yang ada, secara garis besar para kader umat dapat dibagi menjadi dua. Pertama, ulama (baca: ilmuwan, pemikir, intelektual, penulis, pengamat sosial, dan lain-lain). Kedua, praktisi (baca: pemuka masyarakat, pekerja sosial, pemimpin lembaga-lembaga pendidikan, politik, sosial, ekonomi, dan seterusnya).

Kelompok pertama melakukan pembinaan umat pada umumnya melalui penyajian konsepsi atau hal-hal yang bersifat teoritis daripada hal-hal yang bersifat praktek di lapangan. Sedang kelompok kedua, melakukan tugas-tugas praktek di lapangan yang menyentuh langsung kepentingan umat. Mereka terjun langsung membimbing dan mengarahkan umat.

Dalam menjalankan tugasnya mereka hendaknya berpedoman kepada kepemimpinan Rasulullah sebagaimana termaktub dalam surah at-Taubah 120, yaitu: merakyat, rendah hati, tawadluk; memiliki kepekaan sosial, kepedulian terhadap masalah-masalah umat dan cepat tanggap terhadap segala penderitaan mereka ('azizun 'alaihi ma 'anittum); memiliki wawasan yang luas, tidak mudah puas dengan hasil yang dicapai (harisun 'alaikum); memiliki solidaritas yang tinggi, lemah lembut dan kasih sayang kepada umat (bil mukminiina roufurrahim).

Sebagai kelompok yang di tangannya tergantung keberhasilan kaderisasi umat, maka mereka harus mampu menciptakan iklim kondusif bagi terlaksananya kaderisasi dengan baik; pemantauan terhadap bibit-bibit unggul; dan menanamkan rasa percaya diri dan tanggungjawab yang besar. Dari sinilah barangkali suksesi dan kaderisasi umat dapat diukur. - ahi

| | edit post

Sikap optimistik

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 10.56 0 komentar
Sikap optimistik
Dalam Alquran, Allah SWT mengingatkan agar kita tidak berputus asa dari rahmat Tuhan. Sikap demikian hanya patut bagi orang-orang kafir atau orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan (Q.S. 12:87). Orang mukmin berkeharusan untuk memiliki sikap dan pandangan yang optimistik, khususnya tentang masa depan dirinya di akhirat kelak. Dalam terminologi sufistik, ajaran tentang sikap dan pandangan yang optimistik ini disebut 'raja' (sikap penuh harap).

'Raja', menurut Abu al-Qasim al-Ashfahani, berarti kuatnya harapan seseorang akan tergapainya sesuatu yang didambakan. Bagi kaum sufi, dambaan itu bisa berupa ampunan Tuhan (maghfirah) dan perkenan-Nya (mardhatillah). Kuatnya harapan ini membuat kaum sufi semakin intens dalam beribadah, dan seakan tak mengenal lelah dalam melakukan riyadhah dan mujahadah demi tercapainya cita-cita (mathlub).

Sikap optimisme, seperti dikemukakan di atas, tentu tidak datang dengan sendirinya. Kemunculannya, harus didahului oleh rasa takwa yang membuat seseorang merasa perlu untuk meningkatkan volume ibadahnya kepada Tuhan. Pada saat inilah, sikap optimisme itu tumbuh dan berkembang.

Untuk itu, optimisme yang disebut raja' bukanlah impian dan angan-angan belaka. Penulis kitab al-Hikam Ibnu 'Athaillah al-Sakandari mengemukakan, 'raja' adalah suatu harapan yang disertai oleh tindakan nyata. Jika tidak, ia bukanlah raja', tetapi angan-angan kosong (amniyyah) yang justru dikecam oleh agama. Pendapat serupa dikemukakan pula oleh Makruf al-Karkhi, pakar tasawur lainnya. Baginya, keinginan masuk surga tanpa bekerja tergolong dosa besar. ''Harapanmu untuk mendapat rahmat dari Tuhan yang kepada-Nya kamu sendiri tidak tunduk dan patuh adalah tindakan bodoh dan konyol,'' jelasnya.

Nabi Muhammad SAW sendiri mengecam orang-orang yang karena terbuai oleh harapan, mereka lantas malas bekerja dan beramal saleh. ''Orang yang kuat lagi cerdas,'' sabda Nabi, ''adalah orang yang dapat mengendalikan diri dan bekerja untuk hari akhirat. Sedang orang yang lemah lagi konyol adalah orang yang selalu menuruti hawa nafsunya, tapi menaruh berbagai harapan dan angan-angan kepada Tuhan.''

Agar terhindar dari kekonyolan ini, kaum sufi dan orang-orang bijak sering mengingatkan kita dengan firman Allah ini: Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada-Nya (Q.S. 18:110).

Jadi, optimisme yang dikehendaki dan yang diajarkan kaum sufi adalah optimisme yang dibangun di atas landasan syar'iy yang sangat kuat, yaitu iman dan amal saleh. Pandangan demikian, tidak saja dapat memacu produktivitas kerja, tetapi juga memberikan suasana dan iklim yang sangat kondusif bagi kemajuan seseorang, baik dalam bidang fisik material maupun mental spiritual. - ah


| | edit post

Jabatan

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 10.46 0 komentar
Jabatan
Rasulullah saw, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim (Muttafaqun alaihi), pernah berkata kepada Abdurrahman bin Samurah, ''Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta suatu jabatan (kursi), karena sesungguhnya jika kamu diberi suatu jabatan tanpa memintanya maka kamu akan mendapat pertolongan Allah dalam menjalankan jabatan itu. Tetapi kalau kamu diberi jabatan karena meminta, maka (beban) jabatan itu diserahkan sepenuhnya kepadamu.''

Mengapa manusia suka akan ''kursi'' yang satu ini? Jawabannya mudah: karena ia memberikan janji kenikmatan. Sehingga walaupun ia harus mengorbankan harta atau nyawa sekalipun, akan dilakukannya. Bagi yang menganggap kursi atau jabatan sebagai ''komoditi nonmigas'', maka ia akan menghitungnya dengan perhitungan bisnis. Biaya, tenaga, pikiran, dan segala pengeluaran akan dianggapnya sebagai modal usaha yang harus mendatangkan keuntungan dalam waktu tertentu.

Tampaknya kebanyakan manusia belum tahu apa sesungguhnya jabatan itu, dan apa akibatnya di akhirat nanti. Rasulullah saw menegaskan, ''Sesungguhnya kamu sekalian akan berambisi untuk dapat memegang suatu jabatan, tetapi nanti pada hari kiamat jabatan itu menjadi sebuah penyesalan'' (HR Bukhari). Penyesalan yang muncul kemudian dikarenakan ia tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya selama menjabat adalah telah ''memperdagangkan'' rakyat untuk kepentingan hawa nafsunya. Rakyat menjadi sapi perah baginya dan sumber kesenangan diri dan keluarganya. Padahal mestinya, dialah yang harus menjadi pelayan rakyat, karena jabatan adalah amanah Allah melalui rakyat.

Jabatan itu tidak perlu diminta, kecuali benar-benar tidak ada yang sanggup memikulnya. Kemudian, bila ia mengetahui bahwa ada orang lain yang lebih mampu memikulnya, hendaknya ia serahkan jabatan itu kepadanya. Ini seperti yang dilakukan oleh Nabi Yusuf yang pernah meminta jabatan kepada Raja Mesir. Hal itu ia lakukan, selain sebagai upaya menyelamatkan negeri itu dari bahaya kelaparan akibat tujuh tahun musim paceklik, juga lantaran ia tahu betul tentang ilmu perbendaharaan dan bagaimana menjaga amanah.

Sedang bagi yang tak mampu memegang jabatan, seyogianya bertindak seperti apa yang pernah disabdakan Nabi saw kepada Abu Dzar. Beliau berkata, ''Wahai Abu Dzar, sesungguhnya aku melihat kamu itu lemah dan sesungguhnya aku mencintaimu sebagaimana aku mencintai diriku sendiri. Janganlah kamu menjadi pejabat, walaupun hanya terhadap dua orang dan jangan sekali-kali kamu mengelola harta anak yatim.'

Itulah bukti kecintaan Nabi kepada sahabatnya. Beliau tidak rela jika Abu Dzar menyesal di kemudian hari. Melaksanakan jabatan harus dibekali ilmu di samping iman. Ilmu tanpa iman ibarat orang buta. Orang buta tidak akan pernah bisa melihat rambu-rambu jalan, kapan ia harus berhenti, dan kapan harus jalan. Seorang pejabat -- jika tidak ingin jabatannya kelak menjadi penyesalan -- hendaknya bersifat amanah: menggunakan haknya dan menunaikan kewajibannya dengan sebaik-baiknya dan siap mengembalikan amanah tersebut kepada pemiliknya, Allah swt (HR Muslim). -ahi
| | edit post

Agama untuk Kesalehan

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 10.44 0 komentar
Agama untuk Kesalehan
Seorang karyawan perusahaan berlabel agama mengeluh, ''Di tempat pekerjaan saya, hubungan sesama pegawai tidak mencerminkan ikatan batin yang melambangkan ruhama, saling mengasihi. Tiap orang mengintai kelemahan yang lain, untuk menjatuhkan dan merebut kedudukan.

Aku tercenung mendengar pengaduan sahabat itu. Ia keluar dari perusahaan lama, karena dianggapnya tidak agamis. Ia sengaja hijrah ke perusahaan berlabel agama, konon untuk beribadah. Ternyata jauh pungguk dari bulan. Di tempat barunya itu agama hanya untuk menggebrak sentimen dan menarik konsumen. Itu berbeda di perusahaan biasa, yang bersifat komersial.

Lantaran dipimpin orang beriman, aroma religius terasa kental. Tiap bulan diselenggarakan pembinaan rohani, untuk menguatkan silaturahmi dan sikap cinta-mencintai. Jika ada karyawan yang tertimpa musibah, semua ikut berduka cita, dan mendoakan dengan ikhlas, bukan menebar fitnah padanya.

Itulah barangkali yang dicemaskan Nabi SAW tatkala bersabda seperti diriwayatkan Ahmad, ''Akan datang suatu zaman menimpa umatku, jika tidak hati-hati, fitnah bakal tersebar luas bagai penggalan malam yang gulita, di pagi hari seseorang mengaku beriman, malamnya sudah kafir, atau malamnya mengaku beriman, pagi harinya sudah kafir. Kalau itu agama dijual untuk memperoleh kesenangan duniawi.''

Di zaman edan itu, agama tidak lagi berfungsi untuk pembinaan pribadi, tetapi sebagai alat mengobarkan emosi demi kesuksesan ambisi. Salat dikerjakan hanya untuk riya, bukan untuk menghadap dan berdialog dengan Tuhan. Jauh sekali bedanya dengan keberagaman Hatim Al Asham.

Suatu saat Isham bin Yusuf berwudhu untuk salat bersama Hatim. Isham heran menyaksikan Hatim tak segera menyelesaikan wudhunya, malah cuma berdiri lama di depan bak air. Sampai akhirnya Isham bertanya, ''Kenapa engkau hanya berlama-lama di situ dan tidak juga berwudhu?''

Hatim menjawab, ''Saya sedang wudhu batin dulu.'' Dijelaskannya, wudhu batin ialah membersihkan jiwa dengan tujuh pembasuh, yaitu tobat, penyesalan, tak silau harta, tak suka dipuji, tak bernafsu menjadi yang terbesar, tak menyimpan dendam dan dengki kepada orang lain. ''Setelah itu, barulah kulakukan wudhu dzahir dengan air.''

Sebelum salat, Hatim mengendurkan dulu seluruh nafsu jasmaninya supaya Ka'bah terlihat di mata hatinya. ''Aku berada di antara hajatku kepada Allah dan rasa takutku. Kubulatkan keyakinan bahwa Ia sedang memandangku, menjanjikan surga di sebelah kananku dan neraka di samping kiriku. Aku juga merasa malaikat maut berdiri di belakang punggungku, siap menjemputku seraya menunggu panggilan Tuhan kepadaku. Karena itu aku selalu berpikir, itulah salatku yang terakhir.''

Mendengar uraian sahabat karibnya itu Isham meneteskan air mata. Oh, betapa damai dunia, jika pengabdian kepada Tuhan dilakukan dengan tulus tanpa pamrih, seperti wudhu dan salat Hatim Al Asham. - ahi


| | edit post

Bahasa Allah

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 01.11 0 komentar
 Bahasa Allah
Ketika kecil, kita sering mendengar dari orang tua berbagai kisah yang menggambarkan tentang keadilan Allah SWT. Di antara kisah itu diceritakan ada seorang yang pernah meragukan keadilan Allah ketika membandingkan buah semangka dan beringin. Mengapa pohon semangka itu kecil, padahal buahnya besar -- sedang beringin sebaliknya? Ketika orang itu sedang asyik mengamati 'ketidak-adilan' pada pohon beringin itu, tiba-tiba beberapa buah pohon beringin jatuh dan mengenai kepalanya.

Seketika itu ia langsung beristighfar, ''Allah Mahaadil. Coba seandainya buah beringin sebesar semangka, tentu muka saya sudah hancur.'' Sebelum mengakhiri cerita itu, orang tua kita lalu menyimpulkan bahwa itulah cara Allah memperingatkan hamba-Nya. Orang tadi beruntung karena cepat menyadari kekeliruan jalan pikirannya terhadap keadilan Allah. Ia peka akan 'tanda-tanda' alam sebagai 'bahasa' Tuhan yang mengingatkan kesalahan pandangannya.

Tanda-tanda alam sebagai 'bahasa' Tuhan sesungguhnya tidak hanya terdapat pada kisah orang tua kita di atas. Dalam kehidupan sehari-hari kita juga sering mendapatkan berbagai peringatan dari 'bahasa' Allah itu. Dalam sejarah Islam, misalnya, 'bahasa' Allah untuk memberitahukan kepada manusia tentang kerasulan Muhammad saw, ditunjukkan dengan beraraknya awan yang selalu menaungi beliau ke mana pergi. Banyak rabbi Yahudi, antara lain Buhaira, masuk Islam setelah membaca 'bahasa' Allah tersebut.

Barangkali, kita juga sering diingatkan Allah akan kekeliruan langkah dan perilaku kita dengan bahasa-bahasa alam semacam itu. Tapi, karena kita kurang peka, peringatan-peringatan tersebut sering kita abaikan hingga akhirnya kita terkena bencana.

Sesungguhnya Allah masih terus mengingatkan hamba-hamba-Nya dengan bahasa-bahasa alam. Ketika kita menyaksikan sepotong daun yang layu dan jatuh, itu sesungguhnya 'bahasa' Allah untuk mengingatkan kita bahwa pada saatnya kedudukan daun yang terletak pada setiap bagian pohon akan lengser juga.

Ibn Al-Arabi memandang alam sebagai simbol-simbol eksistensi Tuhan. Karena itu, kejadian sehari-hari di alam bisa merupakan 'perumpamaan' dari 'bahasa' Allah. Alquran menjelaskan, ''Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun bagi orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. Tapi mereka yang kafir mengatakan, ''Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?'' Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu banyak pula yang diberi petunjuk ... (Al-Baqarah: 26).

Saat ini, di zaman reformasi, 'bahasa' Allah tak hanya ditunjukkan melalui bahasa-bahasa alam yang halus, tapi melalui 'bahasa-bahasa' manusia yang nyata dan terang benderang. Lihat saja, betapa banyak penguasa dan hartawan yang dulu sangat dihormati dan disembah-sembah, tiba-tiba kini dicemooh orang. Itu semua terjadi karena mereka tak mau memperhatikan 'bahasa' Allah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.(Syaefudin Simon)


| | edit post

Induk Kesuksesan

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 01.07 0 komentar
Induk KesuksesanCORBIS

Dalam percakapan sehari-hari, kata ''induk'' kerap digunakan untuk menyebut segala yang pokok, yang menjadi asal, dan paling utama dari segala sesuatu. Nabi Muhammad menyebut, ''Induk (ummahat) itu ada empat: induk obat, induk ibadah, induk etika, dan induk cita-cita.''

Induk obat, artinya yang paling utama dari segala obat adalah sedikit makan. Beliau memberi petunjuk, ''Tidak ada pekerjaan anak Adam mengisi penuh suatu bejana yang lebih jelek daripada mengisi penuh perutnya. Cukup kiranya beberapa suap untuk meluruskan punggungnya. Jika tidak boleh tidak harus diisi, isilah sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas.'' (HR Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Induk ibadah adalah sedikit dosa. Dosa bisa menghilangkan nilai ibadah. Apalagi dosa terhadap sesama manusia. Banyak hadis dan ayat Alquran yang menyebutkan bahwa dosa karena tidak mengerjakan kewajiban sosial dapat menghilangkan makna ibadah mahdhoh (ibadah murni kepada Allah seperti salat), bahkan dapat meniadakan iman seseorang. Salah satu hadis itu berbunyi, ''Tidaklah beriman seseorang yang kenyang sementara tetangganya kelaparan.''

Induk etika adalah sedikit bicara. Bahkan dalam hadis lain Rasulullah menyebut, ''Diam itu ibadah paling tinggi'' (HR Ad-Dailami), ''Diam itu bijaksana'', serta ''Diam itu hiasan cendekiawan dan tirai bagi orang bodoh'' (HR Abu as-Syaikh).


Dan terakhir, induk cita-cita adalah sabar. Kesabaran adalah tulang punggung dan basis utama bagi tercapainya cita-cita. Penelitian komparatif di Amerika antara anak-anak yang memiliki daya tahan emosi (baca: sabar) dengan anak yang memiliki kepandaian dan kecerdasan yang baik (baca: IQ) membuktikan bahwa -- 15 tahun kemudian (setelah anak-anak itu dewasa) -- ternyata anak-anak yang memiliki daya tahan emosi lebih berhasil menjalankan karier hidupnya daripada mereka yang memiliki IQ tinggi.

Karena itu Allah menganjurkan. ''Mintalah kamu pertolongan dari sabar dan salat!'' (Al-Baqoroh:45) Kembali, ajaran agama kita terbukti kebenarannya secara ilmiah. Mari kita coba!


| | edit post

Sabar

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 01.06 0 komentar
Sabar
Banyak ragam kekuatan, baik yang fisik maupun mental. Sebagian kekuataan itu, tidak kita pahami secara baik, bahkan kita nilai identik dengan kelemahan, seperti misalnya ''sabar''. Sabar, sering kita artikan sebagai ''kemampuan menekan gejolak hati demi mencapai yang baik atau yang lebih baik''. Tetapi jangan menduga, bahwa menekan semua gejolak hati merupakan kesabaran. Ini, karena jika seorang yang anda takuti menganiaya anda, dan timbul keinginan hati untuk mencegahnya (membalasnya), namun anda tidak lakukan itu karena takut -- sambil tetap menekan gejolak hati anda, maka anda tidak bersabar, tapi itu justru bukti kelemahan Anda. Kesabaran hanya diperankan oleh yang kuat, sehingga jika anda merasa mampu membalas kejahatan orang lain, tapi anda menekan gejolak hati anda, maka ketika itulah anda bersabar. Demikian juga halnya dengan memberi maaf.

Ucapan penuh hikmah oleh Ali bin Abi Thalib, ''Bila anda membutuhkan seseorang, anda menjadi tawanannya. Bila anda tidak membutuhkannya, anda sepadan dengannya. Dan bila anda dibutuhkan orang lain, anda menjadi kuasanya.'' Karena itu, kurangi sedapat mungkin kebutuhan anda, yang ada pun jangan menilainya terlalu besar, sehingga jika tidak terpenuhi, mudah anda campakkan dari hati, semudah mencampakkan pasir dari genggaman tangan.

Ini, bukan ajakan untuk mengabaikan kenikmatan hidup, atau merasa puas dengan yang sedikit. Tetapi ini adalah ajakan untuk mendidik jiwa, apa dan kapan hendaknya ia berkeinginan dan merasa butuh, serta kapan pula harus mencampakkan keinginan dan kebutuhan. Ini, adalah upaya memadukan antara kebutuhan dan lawannya, persis seperti olahragawan yang dituntut ngotot, berupaya dan berupaya sekuat tenaga guna meraih kemenangan, dengan menyuguhkan permainan cantik. Tapi dalam saat yang sama, ia pun harus siap mental menderita kekalahan tanpa harus kehilangan rasa percaya diri.

Dalam konteks inilah Alquran mengingatkan bahwa, ''Tidak satu peristitwa pun yang dialami seseorang, kecuali telah ada dalam pengetahuan Ilahi, sebelum peristiwa itu terjadi. Yang demikian itu amat mudah di sisi Allah, supaya kamu tidak bersedih, atas luputnya satu harapan dari jangkauanmu, dan tidak pula terlalu bergembira atas apa yang dianugerahkan kepadamu. Allah tidak senang kepada setiap orang yang angkuh lagi membanggakan diri.'' (Q.S. 57:23).

Inilah lentera yang menjadikan pemiliknya mampu bersikap benar dan wajar, baik ketika berhasil atau gagal meraih harapan. Dan ini pula yang mampu menghindarkannya dari sindrom yang seringkali diderita oleh yang kehilangan harapan. Ini adalah salah satu aspek kesabaran, yang sering luput dari pengertian kita. Meraihnya tidak mudah, ia membutuhkan kekuatan, atau dengan kata lain kesabaran. Karena, bukankah telah dikatakan di atas bahwa kesabaran adalah kekuatan, bukan kelemahan.(RN)


| | edit post

Agama

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 01.05 0 komentar
  AgamaSEPI: Meski menjadi masjid terbesar di ibu kota Italia, masjid agung Roma terlihat sepi dan minim jamaah saat waktu sholat

Perjalanan panjang negeri ini telah memberi bukti, alangkah bahagia segenap penghuninya, selama roh agama menjiwai sikap kebangsaan kita. Sebagai penganut-penganut agama yang teguh, pengabdian kita kepada tanah air tidak bermotivasi material semata, melainkan lebih bertujuan mencari ridha Allah. Agama, antara lain lewat perintah puasa, memperkuat pribadi untuk hidup dalam serba keseimbangan, antara kepentingan jasmani dan rohani, antara kepentingan duniawi dan ukhrawi.

Asas itu yang membuat manusia mampu menatap dunia tidak pada permukaannya saja, menatapi hidup tidak pada keindahannya belaka, tapi juga pada tanggung jawab dan amanatnya. Seperti tatkala Umar bin Khattab berpidato pada upacara pelantikannya selaku khalifah, ''Ibarat domba, nasib rakyat tergantung bagaimana penggembalanya. Karena itu, sesudah aku kalian percayai menjadi pemimpin, dukunglah aku apabila aku berada di jalan yang benar, dan luruskanlah aku andaikata aku telah menyimpang.''

Maka sewaktu sejumlah sahabat di bawah pimpinan Usman bin Affan bersepakat hendak menaikkan gajinya, dengan berang Umar berkata, ''Apakah sudah tidak ada rakyat yang hidupnya lebih miskin dari aku? Tidak ingatkah kamu, ketika Rasulullah mengikat perutnya karena menahan rasa lapar, kita tawari beliau makanan lezat, dengan keras ditolaknya seraya berkata, 'di mana akan kuletakkan mukaku di hadapan Allah, kalau aku sebagai pemimpin justru membikin berat orang-orang yang kupimpin?' Jadi, tidak bolehkah aku mengikuti jalan Rasulullah sebagai pengabdi rakyat?''

Para sahabat tertunduk. Dalam pikiran mereka bergaung sabda Rasulullah SAW, ''Seandainya para pemimpinmu adalah orang-orang yang paling baik di antaramu, para hartawanmu adalah orang-orang yang paling dermawan di antaramu, segala urusanmu selalu diselesaikan dengan musyawarah di antara sesamamu, hidup di muka bumi jauh lebih menyenangkan ketimbang berkalang tanah.''

Guna membina sifat-sifat seperti itulah ibadah puasa disyariatkan, yaitu sifat-sifat yang mencerminkan ketakwaan. Jika berlawanan dengan sifat-sifat itu, bumi akan binasa oleh berbagai perbuatan yang tidak bertanggungjawab. Sebagaimana diingatkan Allah lewat surah an-Nahl, ayat 112, ''Allah memberikan contoh suatu negeri di masa silam, yang tadinya aman tenteram, rezekinya melimpah ruah dari segala penjuru, tetapi kemudian kufur kepada nikmat Allah sehingga dibelit selubung kelaparan dan ketakutan, sebagai balasan terhadap keingkaran mereka.''(RN)

| | edit post

Mencintai orang lain

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 01.04 0 komentar
Mencintai orang lain
Jauhilah yang haram, niscaya kamu menjadi ahli ibadah. Relalah dengan rezeki Allah kepadamu, niscaya kamu menjadi yang terkaya. Berperilakulah yang baik kepada tetanggamu, niscaya kamu termasuk orang mukmin. Cintailah orang lain pada hal-hal yang kamu cintai untuk dirimu, niscaya kamu tergolong muslim. Nabi Muhammad SAW

Kyai Alhamdulillah (begitulah julukan beliau) di dusun sunyi di kota Rembang, Jawa Tengah, di tengah pesantrennya, begitu dahsyat mencintai orang lain. Beliau menurunkan peraturan: siapa pun yang bertamu di rumahnya, dilarang keras untuk pulang sebelum makan terlebih dulu. Maka, tamu-tamu yang datang itu, biar pun berjumlah lima belas orang, semuanya dijamu dengan hidangan yang setaraf dengan suguhan orang kota. Subhanallah. Begitu tekun ia mempraktekkan sunnah Rasul, bahkan dengan daya tafsir yang begitu indah. Tiga hal yang elok telah beliau tunjukkan: mencintai orang lain, kedermawanan, dan kearifan.

Bertolak belakang dengan gejolak masyarakat yang berangkat ke arah sebaliknya, sang Kyai telah menjungkirbalikkan sisi gelap norma-norma yang telah menghantui kehidupan. Inilah zaman di mana di negeri kita pemujaan kepada materi sudah mencapai taraf yang tak dapat dibayangkan oleh akal sehat. Sudah tidak penting lagi apakah kekayaan yang didapat itu penuh bergelimang dengan keringat, airmata, dan darah orang lain. Sudah tak peduli kerakusan itu dapat menggoyahkan keutuhan berbangsa dan bernegara. Lalu muncul sang Kyai, dan banyak lagi kyai yang lain yang berteberan di dusun-dusun, yang diam, tekun, dan menjalankan syariah agama dengan kesungguhan seorang cendekiawan.

Mencintai orang lain, mendahulukan kepentingan orang lain, tanpa pamrih, tanpa sogokan, merupakan ''binatang langka'' untuk kurun waktu yang sedang kita hidupi sekarang ini. Di pusat-pusat pemerintahan, orang seperti Pak Kyai ini seharusnya memegang tampuk pimpinan, pengambil kebijakan dan keputusan bagi kepentingan orang banyak, tanpa pandang bulu. Memang, hal itu butuh keyakinan, keberanian, dan belas kasih, tanpa mengharap imbalan jasa.

| | edit post

Pakaian

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 01.02 0 komentar
Pakaian
Untuk menunjang kesempurnaan hidupnya, manusia memerlukan pakaian. Pakaian, selain berfungsi untuk melindungi diri, juga berfungsi sebagai penutup aurat dan mempercantik diri. Firman Allah SWT, ''Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan.'' (Q. S. 7: 26). Dalam kehidupan sehari-hari, pakaian, kata seorang ulama kontemporer Ali Syari'ati, dapat melambangkan status, preferensi, dan bahkan perbedaan kelas. Banyak orang menyandang pakaian tertentu sekadar untuk menunjukkan kelasnya. Jadi, pakaian dapat menyebabkan adanya 'diskriminasi' di antara umat.

Namun, dalam Alquran term pakaian (libas), tidak hanya mengandung pengertian fisik, seperti disebut di atas, tetapi juga bisa bermakna spiritual. Menurut pakar tafsir al-Raghib al-Ashafahani dalam Kitab al-Mufradat fi Gharib Alquran, kata libas (pakaian) dapat bermakna segala sesuatu yang dapat menutupi diri kita dari berbagai keburukan. Karena itu, suami atau istri yang diharapkan dapat saling melindungi dan menutupi keburukan dan kekurangan masing-masing, disebut oleh Allah sebagai 'pakaian'. ''Mereka (istri-istri) itu adalah pakaian bagimu dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka.'' (Q. S. 2: 187).

Ini berarti, pakaian kita yang sesungguhnya adalah iman, amal saleh, dan kesucian moralitas; dan pakaian inilah yang disebut 'pakaian takwa'. Tuhan menyebut pakaian takwa ini sebagai pakaian yang paling baik (Q. S. 6: 187). Pakaian takwa, menurut ahli tafsir Abdullah Yusuf Ali, mengejawantah dalam sikap mental dan perilaku, berupa pemihakan kita kepada kebenaran yang, karenanya, dapat menutupi diri kita dari berbagai keburukan dan dosa-dosa, serta menghiasi diri dengan berbagai keutamaan dan kebajikan.

Pakaian dalam arti inilah yang dahulu pernah dibanggakan Imam Syafi'i kepada bangsa Mesir, ketika yang disebut terakhir ini, dengan pandangan agak materialistik, memperolok-olok Imam Syafi'i lantaran pakaian sederhana yang dikenakannya. ''Aku pun memiliki setumpuk pakaian,'' kata Imam Syafi'i, ''yang bila semuanya kujual dengan uang seperak, maka uang seperak itu masih jauh lebih berharga. Tapi, di balik pakaian itu ada jiwa yang kalau ditimbang sebagiannya saja dengan jiwa semua manusia, niscaya jiwa itu masih lebih berat dan lebih agung.'' Pakaian takwa, dengan sendirinya membuat pemakainya tampak selalu anggun. Sebagai kata Ibn 'Adi, ''Jikalau orang terlepas dari noda dan dosa, maka pakaian apa pun yang disandang, akan tampak indah dan cantik selalu.''(Republika)


| | edit post

Tawakal

Diposting oleh Galih Gumelar Center On 00.58 0 komentar
Tawakal
Tidaklah akan merugi orang yang suka beristikharah. Dan tidaklah akan bersedih hati orang yang suka bermusyawarah, serta tidak akan kelaparan orang yang rajin menabung. -- Nabi Muhammad SAW

Dalam hidup sehari-hari salah satu kebiasaan para nabi adalah selalu memohon petunjuk kepada Tuhan. Nabi kita selalu memohon petunjuk dengan melakukan salat istikharah. Bisa berlangsung dalam salat dua rakaat atau lebih, memohon petunjuk ketika kita tertimpa musibah, dirundung masalah gawat, atau sekadar ingin mengetahui suatu persoalan, merupakan tindakan yang mudah dan terpuji. Dan uniknya, masya Allah, siapa pun ia yang memohon petunjuk dengan melakukan salat, selalu beroleh jawaban.

Melaksanakan salat istikharah -- seperti ditunjukkan hadis riwayat Thabrani di atas -- di zaman yang awut-awutan dan menyatu ini sudah merupakan bagian integral kehidupan sehari-hari kita, di antara deru bunyi mesin pabrik atau pun detak-detak tuts keyboard komputer personal kita dalam lalu-lalang persoalan.

Petunjuk yang diberikan Tuhan bisa berupa ilham yang merebak di dalam hati atau pendengaran, bisa pula berupa tindakan. Dalam Kitab Usfuriah diceritakan bahwa Ibrahim bin Adham, seorang sufi, pada suatu hari menggebrak kudanya untuk mengejar burung gagak yang mencuri rotinya. Dalam pengejaran itu ia menemukan seorang lelaki yang diikat perampok yang telah merampas seluruh harta miliknya. ''Burung gagak itulah yang selalu membawa makanan untukku. Ia menyuapkan roti sekerat demi sekerat ke mulutku. Allah tak membiarkan aku kelaparan,'' kata orang itu.

Mendengar kisah ini Ibrahim lalu melompat ke punggung kudanya dan lari kembali pulang. Ia lalu bersujud dan bertobat kepada Allah. Ia mengganti baju kebesarannya dengan baju murahan. Lalu dimerdekakannya budak-budaknya. Ia tinggalkan seluruh harta kekayaannya. Ia pungut setangkai tongkat untuk menuju ke Mekah, tanpa kendaraan, tanpa bekal.

Di sepanjang perjalanannya ia bersyukur dan selalu memuji Allah dengan menyitir ayat suci: ''Barangsiapa bertawakal kepada Allah, maka Allah itulah cukup baginya. Allah sungguh akan menyampaikan kepentingannya. Untuk tiap sesuatu, Allah telah menyiapkan kadar masing-masingnya.''( Republika.)


| | edit post
TERAPI GURAH MATA OLEH UST. GALIH GUMELAR ..::.::.. INFO : HUB 021-5549023, 70522100 .::. Untuk Pengobatan Silahkan datang langsung Setiap Jum'at - Senin Pukul 12.45 - 17.00 WIB, Sabtu Pukul 08.00 - 15.00 WIB.::.::.Dengarkan Tausiyah Ust. Galih Gumelar, Setiap Hari di Glest Radio 774 AM - Tangerang
Jazzakumullah Khairon Khatsiro. Atas donasi Bapak/Ibu dan pengguna web Untuk Membantu Dakwah Lewat Web ini Semoga Diterima dan Dilipatgandakan oleh Allah SWT. Mari ikutan berdakwah lewat web ini Salurkan rizki anda di DDW(Donasi Dakwah lewat Web) ke: Rek. BCA a/n Galih Gumelar : 658 017 3053 (bisa tranfer antar bank yg online)

    Walau Satu Ayat

    "Allah SWT akan memuliakan hambanya yang senantiasa menjaga dirinya dari perbuatan yang dilarang walau itu hanya sekedar menahan amarah":::...:::Mari ikutan berdakwah lewat web ini Salurkan rizki anda di DDW(Donasi Dakwah lewat Web) ke: Rek. BCA a/n Galih Gumelar : 658 017 3053 (bisa tranfer antar bank yg online)
    Donasikan sebagian rezeki anda dengan berinfaq shodaqoh, wakaf atau berzakat di Donasi aura insani melalui tranfer ke Rek. BCA a/n. Galih Gumelar : 658 017 3053 (bisa tranfer antar bank yg online) atau datang langsung ke Graha Glest, Jl. Utama Ujung 339-350 Komp. P&K Cipondoh Indah Tangerang Banten Indonesia 15148 Telp. 021-5549023 atau 021- 70522100.::.:: "Tidak ada satupun hamba-Ku yang ikhlas kuambil harta yg Kuberikan padanya, kecuali Kuganti dengan yang lebih baik. Tidak ada satupun hamba-Ku yang ridha dengan bala yang Kutimpakan padanya, kecuali Kunaikkan derajatnya. Dan tidak satupun hambaKu yang bersyukur, kecuali Kutambah nikmatKu padanya".(Hadits Qudsi):::.:.. "Barangsiapa yang tidak bersyukur atas nikmatKu, tidak bersabar atas bala yang Kutimpakan, dan ridho terhadap keputusanKu, keluarlah dari langitKu dan carilah Tuhan selain diriKu".(Hadist Qudsi) ::::.::::.::::: # Wahai hamba Allah, kalian semua laksana pasien yang sedang menderita sakit dan Tuhan sekalian alam dokternya. Maka kesembuhan si pasien terletak pada apa-apa yang diketahui dan diatur oleh dokternya, bukan pada apa-apa yang diinginkan dan diusulkan oleh si pasien. Karena itu serahkanlah seluruh urusan kepada Allah, niscaya kalian tergolong orang yang beruntung. # Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia bukan tergolong dari mereka. Dan barangsiapa yang mendengar panggilan saudaranya yang meminta tolong lalu tidak menolongnya, maka ia bukan seorang muslim. # Suatu saat Rasulullah saw mengutus pasukan untuk berperang dan ketika mereka pulang Beliau saww bersabda : “Selamat datang para kaum yang telah melaksanakan jihad kecil, sementara jihad besar masih menunggu mereka.” Lalu mereka bertanya : “Apa jihad besar itu wahai Rasulullah ?” Rasul saw menjawab : “Perang melawan hawa nafsu.” # Apabila bid’ah telah merajalela di tengah-tengah umatku, maka kewajiban si alim untuk menampakkan ilmunya. Barangsiapa tidak melaksanakan kewajiban itu, maka akan terkena laknat dari Allah SWT.

    Bekal Melangkah

    Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akanmelipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan serta melapangkan (rejeki) dan kepadaNyalah kamu dikembalikan (QS. 2:245)
    Keajaiban Shalat Hajat
    Barangsiapa yang memunyai kebutuhan hajat kepada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu adam,maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian ...Selengkapnya.....